Udah
tiga bulan saya nggak update preggo stories. Lama juga. Selama itu pula saya
sebenarnya pikirannya kacau. Kerja susah, istirahat leyeh-leyeh juga nggak
mungkin, makan nggak nafsu. Ah, pokoknya serba nggak jelas. Sepertinya terlalu
banyak ketakutan gitu. Takut saya nggak sehat, takut bayinya sakit, takut
plasentanya nggak bergeser, takut biaya lahiran dan perawatan mahal. CRY!!!
Beruntung
HB masih waras, masih bisa berpikir jernih. Masih rela tiap saat dikasih keluh
kesah. Masih mau capek-capek mijitin walau dia sendiri pasti capek banget. Udah
gitu jadi jarang buka toko karena harus sitting me carefully. Ah, thank you so
much, darling! ♥♥♥
Sejak
awal Ramadan kami berpikir bahwa kami harus mengerucutkan pilihan rumah sakit
untuk lahiran. Saya udah nggak menghiraukan lagi omongan orang-orang yang sok
nasehatin bahwa lahiran di bidan juga bagus, pro normal, bla bla bla. Saya
sudah muak menjelaskan. Masa iya mereka harus saya kasih diktat tentang
permasalahan kehamilan saya, sih?
Memilih
rumah sakit adalah hal yang sangat krusial. Pertama, saya sangat benci rumah
sakit. Bahkan saya nggak bisa sekedar minum di rumah sakit. Bagi saya tumah
sakit adalah sarang kuman terbesar di dunia. Apalagi saya harus stay di sana.
Oh, cobaan macam apa itu?!
Kedua,
kami harus memastikan biaya kelahiran. Penanganan C-section dengan penuh resiko
begini tentu wajar jika saya khawatir akan mengonsumsi atau menerima treatment
yang tidak masuk dalam tanggungan BPJS.
Ketiga,
saya adalah member BPJS kelas 2 dan ternyata setelah Kamis lalu kami ke kantor
BPJS, tagihan saya nggak bisa dinaikan ke kelas satu. Klasik sih, ini karena
saya adalah pegawai pemerintah non PNS. Jadi mengikuti aturan iuran BPJS dari
kampus. Maksud saya pengin naik ke kelas satu kan supaya kalau saya mau naik
kelas perawatnya nggak terlalu lompat kejauhan. Karena ternyata biaya
melahirkan dan perawatannya itu mahal.
Keempat,
terkait dengan status keanggotaan BPJS saya, saya hanya bisa dirujuk ke RS
Bersalin. Saya nggak bisa dirujuk ke RSUD atau yang lebih besar, lebih bersih,
dan lebih murah seperti hasil survey kami. Salah satu RSB yang bisa dirujuk
adalah rekomendasi dari beberapa kawan dan bude saya. Lumayan sih memang. Tapi
jaraknya jauh banget. Naik go car pun habisnya 40an ribu. Belum resiko
macetnya. Karena saya bisa dalam kondisi darurat kapan pun.
RSB
yang lain Sebenarnya adalah rumah sakit dimana dr. Henny praktik. Tapi saya
nggak mau ke RS ini. Selain sempit, gelap, horor, bau (karena sempit mungkin
jadi sirkulasi udara nggak bagus), RS ini berada tepat di sisi rel kereta api.
Jadi berisik banget. Fix saya nggak mau di sana.
Rada
ribet kan? Ya gimana deh, kenapa juga musti ke RS. Kalau kondisi saya sehat,
normal, semuanya baik saya malah pengin lahiran di rumah -_____-
Setelah
survey sana sini akhirnya ya kami cuma bisa pasrah. Kami akhirnya memutuskan
untuk melahirkan di RSB Anugerah Medika. Meski pun jauh saya pikir RS ini lebih
menyenangkan. Tenaga kesehatannya juga baik-baik. RS-nya lumayan bisa bikin
bernapas lega.
Padahal
tadinya kami sudah ngebet banget pengin ke salah satu RS dengan ruang perawatan
yang terletak di sisi koridor, nggak jauh dari parkiran. RS itu cukup besar dan
lumayan bisa dapat udara segar apalagi kalau upgrade ke kelas VIP A. Biayanya
juga nggak terlalu bikin ngeri sekali pun mahal. Ruang perawatannya nggak jauh
dari ruang bayi, sehingga kata perawatnya bayi nggak perlu lama-lama lewat
lorong kalau mau dipindah-pindah. Enya oge, sih.
Namun
akhirnya ya saya nggak bisa juga egois. Alasannya karena saya masih butuh BPJS
dan ya jadinya harus ikut aturan BPJS. Oke, dan akhirnya kami memutuskan untuk
konsultasi dengan dr. Ratna Dewi, Sp.Og yang direkomendasikan oleh seluruh
dunia.
Bismillah,
kuatkan kami. Semoga segala proses lancar dan mudah.
No comments
Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<