Foto: UBL Production |
“Hilangkan dikotomi kampus negeri dan swasta, yang penting kualitas!”
Hal itu
disampaikan oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Prof. Muhammad
Nasir dalam kesempatan Dialog Nasional Indonesia Maju di Gedung Mahligai Agung
Pascasarjana Universitas Bandar Lampung, Senin (13/5/2018). Selama ini kebanyakan
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memang masih menjadi target utama para calon
mahasiswa untuk bisa belajar. PTN kerap dinilai lebih unggul dibandingkan
dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Tak jarang, bisa kuliah di PTN apalagi
lewat jalur undangan bisa menjadi prestise tersendiri bagi mahasiswa dan
orangtua.
Dialog Nasional
Menuju Indonesia Maju Ke 11 di Lampung ini mempertemukan pemerintah dan masyarakat,
khususnya akademisi, dalam rangka sosialiasi dan pemaparan keberhasilan program
pemerintah melibatkan narasumber,peserta sehingga dapat terpublikasikan secara
menyeluruh kepada seluruh masyarakat. Pemaparan
program keberhasilan pemerintah kali ini
dihadiri oleh Menteri Perhubungan RI Budi Karya, Menteri Ristekdikti RI
Mohammad Nasir, dan Menteri Sosial RI Idrus Marham.
Kegiatan ini
diselenggarakan oleh LPP Edukasi Yogyakarta yang didirikan oleh Dr. Wahyu
Purwanto, MSIE di bawah binaan Yayasan Pendidikan Mahisa Agni Yogyakarta
bekerjasama dengan Kopertis Wilayah 2. Melalaui penyelenggaraan dialog yang
telah memasuki seri ke 11 ini menurut Dr. Dwi Soetjipto dalam sambutannya
mewakili LPP Edukasi, para peserta diharapkan
selain mendapatkan pemahaman dari sumber yang berkompeten, harapannya
juga dapat mengahsilkan feedback dari
masyarakat dalam mendukung kinerja pemerintah saat ini.
Dalam kesempatan tersebut juga Mohamad Nasir juga berkali-kali menekankan
bahwa kampus harus menjadi pintu utama penangkal radikalisme. Kita sudah pasti
mengutuk keras kejadian pemboman di Surabaya. Sudah selayaknya kampus menjadi
gerbang utama penangkalan radikalisme. Terorisme tidak ada hubungannya dengan
agama apapun.
Baca juga: Upacara
Bendera, Antara Benci Juga Rindu
“Kalau sudah diduga dan terbukti ada dosen dan mahasiswa yang melenceng ke arah terorisme, laporkan segera ke Kepolisian,” tegas Nasir.
Dalam dialog yang dihadiri oleh 7 ribuan mahasiswa dari 81 kampus swasta di Lampung, Mohamad Nasir mengungkapkan, bahwa yang terpenting adalah setiap perguruan tinggi wajib menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas bagi para mahasiswanya. Saat ini PTS pun sudah bergerak maju, mereka mulai mengejar jabatan fungsional bagi dosennya, akreditasi kampus, bahkan diketahui delapan dosen PS di Lampung tengah berproses untuk menjadi profesor.
Baca juga: Program Keluarga Harapan untuk Mengurangi Kemiskinan
Upaya
tersebut dilakukan demi meningkatkan kualitas PTS agar mampu bersaing dengan
PTN unggul. Lebih lanjut sebenarnya juga agar PTS mampu menyiapkan SDM unggulan
dalam menghadapi industri 4.0 yang saat ini sedang digaungkan oleh pemerintah.
Harapannya
kelak, paradigma dikotomi PTS dan PTN harus dihilangkan. Yang terpenting adalah
mutu lulusan, mutu perguruan tinggi tersebut.
Foto: UBL Production |
Pemerintah
telah melakukan berbagai upaya agar PTS tak lagi dianggap sebelah mata. Selain lewat
peningkatan kualitas dosennya, tentu saja lewat peningkatan sarana dan
prasarana di PTS. Demikian juga dengan penyediaan beasiswa.
Sejak
2014 lalu, pemerintah senantiasa meningkatkan angka ketersediaan beasiswa,
khususnya bagi perguruan tinggi. Ada 90ribu beasiswa tersedia di tahun 2018 dan
terus meningkat hingga 130ribu telah diajukan oleh Kemenristekdikti untuk tahun
2019. Soal beasiswa selain Bidikmisi yang saat amat sangat membantu mahsiswa
kurang mampu, ada 113ribu beasiswa prestasi. Dari jumlah tersebut 60ribu
beasiswa dialokasikan untuk PTS.
Guna
mendukung ketersediaan literatur, tentunya pemerintah juga telah berupaya untuk
terus meningkatkan kualitas internet di Indonesia. Berbagai provider swasta
juga terus berkompetisi untuk memberikan layanan kemudahan komunikasi bagi
pelanggannya. Demikian juga untuk penyediaan buku berkualitas, daripada membeli
buku bajakan yang turut menyejahterakan industri besar sekaligus menanggung
dosa dan ketidakberkahan ilmunya, saat ini kita semua sudah beralih ke ebook. Ebook sangat mudah didapatkan, banyak yang open access, apalagi untuk akademisi. Di playstore pun kita sudah bisa membeli buku dengan mudah. Tak perlu
lagi kita mengeluarkan uang berjuta-juta demi memesan buku cetak di Amazon
dengan waktu pengiriman berbulan-bulan. Terkait hal ini, Mohammad Nasir menyarankan
agar kita semua bergabung ke Perpusnas.
Terkait
penelitian, seorang mahasiswa FEB UBL menanyakan tentang kelayakan mengajukan
dana bantuan penelitian bagi mahasiswa dari kampus swasta. Kemenristekdikti bahkan
telah membuka lebar kesempatan ini. Mahasiswa dapat mengajukan proposal penelitian
melalui Kopertisnya masing-masing.
Mohammad
Nasir juga sekaligus menyinggung kondisi publikasi ilmiah internasioanl
indonesia yang berada pada posisi yang memprihatinkan sejak beberapa tahun
terakhir. Pada 2015, posisi Indonesia kalah dari negara-negara tetangga di Asia
Tenggara. Namun sejak 2017, publikasi internasional dari Indonesia sudah
mencapai angka 6 ribuan mengalahkan Thailand.
Good news from Indonesia, right?
Di samping
kabar miring tentang pengaderan paham teroris sejak masa SMA dan berlanjut di
kampus, masalah kualitas dan kompetisi dalam hal prestasi mungkin bisa jadi
solusi.
Bahkan
pernah ada data dari Badan Intelijen Negara (BIN) yang mengungkap bahwa 39
persen mahasiswa di Indonesia terpapar radikalisme. Mahasiwa tersebut kemudian
lulus (meski tidak sedikit juga yang DO) kemudian masuk ke dunia kerja, menjadi
guru, dosen, pegawai, pebisnis. Untuk mencegah radikalisme masuk kampus, sejak
2015 Kemenristekdikti telah menjalankan berbagai program untuk menumpas
radikalisme. Salah satunya lewat program bela negara.
Sebagai akademisi, sebagai orang-orang berpendidikan tinggi harus menanamkan
pentingnya rasa cinta tanah air, cinta kepada sesama manusia, menghargai
perbedaan demi mencapai kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera. Alih-alih
menyebarluaskan intoleransi, lebih baik mencegah radikalisme masuk kampus. Salah
satu caranya adalah dengan berkompetisi untuk menggapai prestasi. Orang dimana-mana
sibuk dengan era disruption of technology
serta mempersiapkan industri 4.0, di Indonesia masih sibuk dan berkutat
dengan mencegah radikalisme masuk kampus. Kapan kita akan unggul dalam
persaingan dengan negara-negara maju?
Ketua
Kopertis Wilayah 2 menyatakan bahwa tidak ada lagi alasan bagi PTS untuk tidak
berkualitas, sayangnya kemudahan dari pemerintah masih banyak yang belum terserap.
Kurangnya penyerapan
kemudahan akses dan fasilitas dari program pemerintah ini menurut saya pribadi
memang ada kaitannya dengan jiwa kompetisi dari PTS yang memang masih kurang. Pengalaman
saya yang belajar di PTN dan saat ini mengabdi di PTN memang iklim kompetisinya
berbeda. Terlebih saat ini saya berada di sebuah Satker (yang akan segera
berproses menjadi BLU, Aamiin) dengan segala kondisi dan serba kekurangan, kami
harus ‘berlari’. Tidak ada alasan untuk berdiam diri dan cepat puas dengan kondisi.
Di Lampung,
saya lihat memang ada beberapa PTS yang nampak mencolok dari segi prestasi. Mereka
terus berbenah, berkompetisi tanpa henti. Selayaknya mereka memang menjadi benchmark bagi PTS lain, bahkan PTNB
seperti kami.
Kondisi lain
di PTS adalah masih adanya kasus-kasus terkait status dosen. Ada yang membeli
ijazah, ada yang menjebak dosen dengan mendaftarkan ijazah mereka tanpa harus
mengajar, bahkan ada yang tidak mengizinkan dosennya untuk berkembang dan
berkarir di tempat lain sementara di kampusnya tidak memberikan ruang untuk
bertumbuh.
Baca juga:
Menghapus
NIDN dari Laman Forlap Dikti
Kondisi-kondisi
ini katanya sudah ‘lumrah’ bahkan terkesan dibiarkan. Semoga mulai saat ini
dengan adanya statement penghapusan dikotomi PTN dan PTS dari Mohammad Nasir maka
hal-hal ‘penipuan’ seperti ini segera disudahi.
Dengan demikian peningkatan kualitas PTS untuk bisa sejajar dengan PTN
dengan akreditasi yang sama mau tidak mau menjadi harga mati.
Suka miris kalau baca berita tkericuhan mahasiswa, semoga radikalisme tidak masuk ke kampus ya
ReplyDeleteRadikalisme bibitnya beneran nyata udh masuk kampus sih mbak, kupernah merasakan sewaktu S1 dan S2
DeleteKeren ini infonya. Iya, skrg swasta jadi semakin dilirik ya
ReplyDeleteYa, meski hanya beberapa kampus swasta
Deletekalau aku dulu memilih PTN dari segi biaya sih... untunglah kalu pemerintah sekarang semakin gencar mendampingi adik adik mahasiswa agar tetap di jalan yang "lurus"
ReplyDeleteHaha tossss! Apalagi waktu aku S1 belum ada sistem UKT, jadi SPPnya murce marice
DeleteMelihat berbagai pemberitaan mahasiswa memang terpapar radikalisme, sehingga perlu dilakukan pengawasan secara bersama-sama. Sehingga tidak terjadi penyebaran paham radikalisme yang semakin luas.
ReplyDeleteIya, bukan cuma tugas pemerintah sama polisi. Ini tugas bersama
Deleteya gitu memang potret pendidikan sekarang. semoga kedepannya pendidikan lebih diperhatikan lagi, karena harus kita akui bahwa semuanya berawal dari pendidikan
ReplyDeleteKampus adl pendidikan di luar rumah yg terkadang bahkan ortu gatau sama sekali anaknya melakukan apa
DeleteAku enggak pernah sempat daftar ke PTN, karena kebetulan jurusan yang aku inginkan sudah menerima aku di sebuah kampus swasta.
ReplyDeletePengertian radikal sendiri harus kembali diluruskan. Karena terus terang aku sedih melihat beberapa foto caption tanda-tanda dini radikal yang menurut aku belum tentu.
Lagi2 ini soal campaignnya ya mbak. Masyarakat perlu diedukasi dulu yg namanya radikal itu gimana dan kita harus berbuat apa. Mana terkadang justru ada org2 yg sengaja menggoreng isu. Kzl
DeleteSudah jadi kebutuhan, ya, Mbak, PTS harus bisa meningkatkan mutu dan kualitasnya. Agar semua perguruan tinggi bisa setara dan bisa menampung calon mahasiswa/i yang ingin meneruskan pendidikannya.
ReplyDeleteYa, jualan mereka ya harusnya kualitas itu tadi
Deleteduh miris melihat kenyataan ttg mahasiswa radikal
ReplyDeletedosen yang tidak bermutu spt membeli sertifikat dll
semoga masih banyak yg kompeten dan peduli dengan pendidikan yang berkwalitas
Law enforcement nya masih lemah banget sih. Sedih
DeleteAku ngeri2 sedap karena bkn hanya mahasiswa, tp org2 berpendidikan msh ada aja yg bisa dicekoki paham gituan
ReplyDeletePenting bangetlah menanamkan pendidikan yg baik agar jauh2 dr hal buruk termasuk buat pengajarnya juga
Saya sangat setuju mencegah radikalisme masuk kampus dengan materi bela negara. Kan kalau mahasiswa oada patriotik asik. Semoga radikalismr bisa diatasi
ReplyDeleteSekarang tu kyknya perusahaan lbh banyak liat kemampuan sih ketimbang liat lulusan PTN atau PTS hehe.
ReplyDeleteEmang sebaiknya kampus tu antisipasi ya paham2 radikal yg masuk. Dulu aku kuliah di FISIP segala hal bisa masuk di sana, baik kiri maupun kanan, duh asal gak merusak dan neror org aja sih :(
Wah beneran itu yang pasti kena radikalisme boleh dilaporkan ke kepolisian? Serem ya. Tapi memang harus ada tindakan sih ya
ReplyDeleteSelain di kampus kampus, radikalisme sekarang menyasar anak anak usia sekolah. Guru guru yang kadang punya paham tertentu kalo ngajar suka bawa bawa teori nya itu. Makanya jadinya ngeri.
ReplyDeleteIyap, acara seperti ini harus digalakkan lagi di kampus-kampus seluruh Indonesia. Saya pernah mengalami sendiri, sebagai mahasiswa, memang paham-paham baru gampang sekali masuk dan merubah pola pikir secara instan. lagi aktif-aktifnya dan paling gampang di suntik sama yang aneh-aneh.
ReplyDeletebagus banget itu mba, jadi pencegahan dini terhadap terorisme.. soalnya banyak mahasiswa/mahasiswi yang diduga termasuk dalam jaringan terorisme... kalau di kantor saya malah udah ada aturan klo ada pegawai yang terbukti melakukan tindakan radikal / terorisme maka bisa kena hukuman mba
ReplyDeleteIni yang perlu dibekali ke anak-anak yaa...selain kecerdasan akal.
ReplyDeleteAdab dan doa.
Bahwa ada banyak yang bisa kita lakukan agar bermanfaat untuk lingkungan.
pernah denger juga di berita, faham radikalisme begitu sudah masuk ke sekolah-sekolah dan kampus-kampus itu sudah sejak lama sekali, beenar ya mba harus ada tindakanya nyata juga dari pemerintah seperti ini
ReplyDeleteAku setuju soal dikotomi ptn dan pts. Semoga kelak juga berlanjut ke sekolah2 sd, smp, dan sma, spy mementingkan mutu ketimbang negeri atau swasta
ReplyDeleteCoba deh kampus swasta dikasih perhatian Ama pemerintah. Bagus juga dan ada lah ya yang ga diperhatikan pun bagus juga.
ReplyDelete