Menjadi perempuan hamil belum terpikirkan sebelumnya di benak saya kecuali saya mempersiapkan tabungan, kesehatan tubuh, kesiapan mental dan segala macam runutan kesehatan rahim dan mengikuti aneka medical check up to make sure bahwa tubuh dan jiwa saya siap. Saya dan HB memang berencana untuk program hamil di 2018. Waktu dimana kami telah cukup beradaptasi dengan suasana dan lingkungan baru.
November
Saya juga masih senang berlari kesana kemari. Merencanakan banyak hal tentang karir, membuat progja untuk membesarkan Jaringan Perempuan Padmarini hingga mempersiapkan diri untuk sekolah lagi. Saya juga senang bertualang. Setelah pulang dari Kota Bumi, saya mengikuti Festival Pahawang pada akhir November lalu.
Sebelumnya, kira-kira awal November, saya dan HB jadi lebih sering mengangkat soal anak sebagai topik pillow talk kami. Mulai dari hamil itu seperti apa, gimana supaya hamil anak laki-laki atau perempuan, tentang nutrisi, imunisasi, juga soal apakah lebih baik anak sulung laki-laki atau perempuan duluan.
Lalu kami berdiskusi soal masuk SD usia tujuh tahun. Artinya anak kami harusnya lahir maksimal akhir Juni supaya pas usianya. Jadi kami sepakat bahwa anak harus lahir antara April-Juni supaya pas. Lalu saya nyeletuk,"wah harusnya hamilnya dari Oktober kemarin ya, A!" Dan Sebenarnya HB juga udah ngerayu-ngerayu saya buat hamil. Dia sepertinya belum paham seperti apa orang hamil dan konsekuensinya.
Well, saya juga nggak mau terlalu mikirin perkataan orang. Tentang usia saya yang sudah dua puluhan akhir. Bahwa katanya kalau hamil sudah di atas usia 30 tahun itu udah banyak masalah. Etc...etc. saya tutup kuping untuk semua itu karena saya masih sangat percaya kuasa Tuhan.
Dan Hey, kami baru menikah selama 4 bulan terus kenapa orang sudah begitu repot mengusik kami soal kehamilan? Saya percaya itu bukan urusan mereka!
Akhirnya saya memutuskan untuk lebih banyak bersenang-senang. HB juga sangat mendukung istrinya hepi-hepi sepanjang pulang-pulang nggak banyak keluhan. LOL.
Saya ikut Festival Pulau Pahawang bersama 17 orang lainnya termasuk Om Yopie dan Mbak Rahma. Ketika dalam perjalanan ke Pulau Wayang, perahu kami dihantam ombak besar di tengah hujan. Saya mabuk laut. Mbak Rahma sempat meyakinkan saya,"Rinda nggak lagi hamil, kan?" Saya juga dengan mantap menjawab,"ENGGAK!"
Desember
Badan saya jadi makin sering capek. Sedikit-sedikit capek. Sedikit-sedikit kesal. Segala macam benda di dunia ini jadi bau dan dada saya membesar. Oh well, ini kan rutinitas bulanan. Hari pertama haid terakhir saya tanggal 8 November 2017 dan waktu itu sudah telat sekitar dua hari.
Saya mulai gusar ketika saya sepertinya nggak kenal lagi dengan tubuh saya. Tubuh yang mudah lelah, pemalas dan sensitif. Saya mulai takut dan berprasangka. HB sih masih mencoba menghibur, tapi saya udah nangis terus.
Saya sedih kalau saya beneran hamil secepat ini. Tapi saya juga sedih dan takut kalau saya nggak bisa hamil. Jadi saya bingung. Saya linglung.
Saya akhirnya beli dua testpack malam-malam setelah pulang dari kota. Harapannya test pack ini akan memberi jawaban bahwa saya nggak hamil. Tapi lagi-lagi saya juga takut kalau saya nggak hamil. Ah, galau!
Pagi-pagi, saya cobain testpacknya. Garis satu setelah nunggu lama banget. Dan saya nggak berharap bakal ada garis satu lagi. Dan benar, garis yang satunya suram.
Terus saya langsung murung. Saya balik ke kamar dan nangis. HB menghibur saya, karena satunya kan buram. Artinya nggak strip dua dan nggak hamil. Tapi kan kata orang-orang bisa jadi karena hormonnya masih sedikit makanya cuma samar garisnya. Saya nangis makin kenceng!
HB malah senyum-senyum sendiri. Saya masih kesal. Sedikit-sedikit dia ngegodain saya yang bakal jadi calon ibu, apa-apa saya disuruh hati-hati. Saya masih kesal. Saya sampai marah dan naik motor kebut-kebutan.
Tapi kan saya udah telat seminggu.
Akhirnya kami memilih untuk meyakinkan diri ke dokter Sp.Og. Kami memilih dr. Henny karena selain dekat juga cenderung lebih murah. Hahaha. Di sana saya juga di USG. Setelah itu dokternya sumringah, mengucapkan selamat, dan ngomong banyak hal tapi saya nggak tau dokternya ngomong apa. Saya keluar ruangan sambil nangis.
Mungkin dikira orang-orang saya hamil di luar nikah. Bodoamat.
HB langsung excited ngasih tau Ibu dan Mamah sementara saya masih manyun. Ibu dan Mamah bahagia, sayanya masih bimbang gundah gulana.
Januari
Kami menghabiskan liburan akhir tahun di rumah Ibu. Awalnya mau ke Bandung, tapi kondisi saya yang masih hamil sangat muda dan lemah nggak memungkinkan kami untuk pergi. Apalagi cuaca lagi buruk banget karena Badai Dahlia dan kroni-kroninya.
Akhirnya setiap hari kami pergi. Ke pantai, ke gunung, ke warung kopi, ke rumah Kak Yuli. Tapi saya bahagia karena jalan-jalan. Meski pas sampai di rumah selalu kecapekan tapi saya senang. Saya juga senang bahwa Ibu memahami perubahan tubuh saya.
Setelah liburan akhir tahun itu, tubuh saya melemah. Saya hanya ingin berada di dalam goa. Saya nggak pengin melakukan apa-apa. Saya juga nggak pengin ketemu siapa-siapa. Badan saya rasanya patah-patah. Kepala saya sering sakit. Sembelit makin mengigit. Dan mual-mual yang udah nggak bisa lagi dikontrol karena hidung sangat sensitif.
Tapi saya sudah mulai menerima kenyataan bahwa saya hamil. Bahwa ini adalah berkah. Bahwa ini ya memang sudah waktunya karena nggak mungkin Tuhan ngasih kehidupan baru di tubuh saya kalau keluarga kecil kami belum siap.
Tapi kadang-kadang juga masih denial, sih. Denial karena saya belum bisa menerima perubahan tubuh saya yang jadi begitu berbeda dan sangat tidak produktif.
Saya jarang ke kampus, bahkan saya juga nggak aktif di media sosial. Tulisan-tulisan juga membuat saya mual. Saya hanya bisa berbaring selama beberapa minggu.
Beruntung Pak Rektor bilang kepada saya,"istirahat aja. Jaga kesehatan dan di rumah sampai pulih!"
Such an amazing thing banget Pak Rektor bisa bilang begitu. Apakah karena beliau sudah banyak pengalaman, sudah banyak dengar keluhan ini-itu soal perempuan-perempuan hamil di sekitarnya? Saya bersyukur untuk itu. Saya berterima kasih kepada beliau.
Meski perlahan saya udah mulai menerima perubahan dalam diri, tapi saya nggak bermaksud untuk ngasih pengumuman kepada seluruh dunia. Enggak. Saya nggak mau.
Dari beberapa orang yang saya kasih tau bahwa saya hamil, saya cuma dapat kesal. Kesal karena mereka menggurui. Kesal karena mereka menyamakan kondisi saya dengan perempuan hamil lainnya. Kesal karena bahkan beberapa dari mereka pun belum pernah hamil.
Sebaliknya, saya sangat berterima kasih kepada sahabat-sahabat seperti Mbak Yuli, Mbak Nani, Bu Lulu, yang begitu memahami saya. Mereka berkata-kata dengan lembut, memberi saya nasehat tanpa menggurui dan yang paling penting adalah mendukung saya untuk selalu berbahagia.
Dari beberapa orang tua, saudara, dan kawan yang baik hati itulah saya belajar. Belajar untuk menerima kondisi. Bahwa ini adalah berkah. Waktunya untuk saya berhenti sejenak dan mendengarkan tubuh saya. Melakukan apa yang memang membuat saya nyaman dan berhenti jika itu menyakitkan.
Setiap perempuan hamil itu berbeda. Ada yabg segar bugar, ada juga yang bahkan harus opname di rumah sakit berkali-kali. Perempuan hamil itu istimewa. So, cuma perempuan hamil itulah yang paham akan dirinya.
No comments
Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<