Emang Boleh Bayar Zakat Kepada Keluarga?

 

Foto: Bersholawat

Baru aja baca di postingan instagram seseorang:

Umur udah 34, udah 8 tahun jadi IRT, masih disuruh ikut tes CPNS. Baru pegang sisi aja udah lupa ditaruh dimana.

Kondisi ekonomi negara kita emang lagi nggak baik. Meski secara status ekonomi makro, selalu dijelaskan bahwa berdasarkan beberapa indikator, kondisi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi kita aman. Tapi nyatanya, orang makin susah dapat kerja yang layak, kenaikan upah jauh lebih rendah daripada inflasi. Jalur CPNS adalah jalur pencarian pekerjaan yang sampai saat ini masih jadi andalan kebanyakan orang. Tanpa perlu pengalaman kerja dan rentang batas maksimal usianya juga lumayan. Apalagi ditambah dengan kepastian gaji yang akan mereka terima, nggak perlulah mereka sampai kelaparan menanti rejeki yang tak pasti. Tapi sayangnya, nggak semua orang pengin jadi PNS dan orang-orang juga nggak berhak menghakimi jalan rejeki mana yang akan berjodoh dengan seseorang.

Saking terpuruknya kondisi ekonomi, bahkan Saya baru tahu juga kalau ada tetangga di luar komplek perumahan tempat saya tinggal, sampe kelaparan. Sepasang kakek-nenek yang keduanya sakit-sakitan, tinggal di rumah geribik nggak jauh dari komplek saya. Kami tahu ini waktu HB pulang jumatan bareng si kakek.

Tanpa berpikir panjang, Saya langsung nyeletuk, "Darl, kalau uang makan cair, kita belanjain mereka, yuk!"

Uang makan saya emang nggak beberapa jumlahnya. Saya juga bukan orang yang berlebih dalam kepemilikan harta. Apalagi paska pandemi, kondisi ekonomi kami makin terpuruk. Tapi untuk bergerak hati membantu orang lain nggak perlu nunggu kita untuk kaya lebih dulu, kan?

Saya pernah dengar bahwa jika umat muslim melaksanakan kewajiban membayar zakat, maka akan mampu menyejahterakan masyarakat. Sebuah solusi permasalahan gini rasio yang tinggi kayak di Indonesia. Itu baru zakat, lho, belum termasuk pemberian yang lainnya.

Zakat memang ibadah dengan dimensi ganda yaitu hubungan baik kepada Allah, dan hubungan baik dengan sesama manusia. Bahkan diperbolehkan juga kita memberikan zakat kepada keluarga kita sendiri dan ini lebih utama daripada memberi kepada orang lain.

Emang hukum menyalurkan zakat ke keluarga gimana sih?

Sesungguhnya zakat kepada orang miskin nilainya zakat (saja). Sedangkan zakat kepada kerabat, nilainya dua: zakat dan silaturahim.

(HR. Nasai, Dariri, Turmudzi, Ibnu Majah dan dishahihkan al-Albani)

Hal yang masih kurang lumrah, ya untuk berzakat kepada keluarga. Namun kita kan paling tahu kondisi keluarga kita, apakah dia termasuk kedalam orang yang berhak menerima zakat atau tidak. Sekedar mengingatkan kembali khawatir kalian lupa, golongan orang yang berhak menerima zakat antara lain, 

  1. Fakir
  2. Miskin
  3. Amil (pengurus zakat)
  4. Muallaf
  5. Riqab (hamba sahaya)
  6. Gharimin (orang-orang yang memiliki hutang di jalan Allah dan tidak sanggup membayarnya)
  7. Fi sabilillah (orang yang berjuang dijalan Allah)
  8. Ibnu sabil(Orang yang dalam perjalanan karena Allah yang tidak memiliki biaya untuk kembali ke tanah airnya) 

Intinya adalah muzakki boleh memberi zakatnya kepada orang yang tidak wajib dinafkahi, maka dari itu penyerahan zakat kepada saudara laki atau perempuan yang kurang mampu dibolehkan. Bahkan menyerahkan zakat ke mereka nilainya lebih utama sembari memupuk jalinan silaturahmi. Menurut jumhur ulama, suami bukanlah tanggungan istri dalam mencari nafkah, sehingga diperbolehkan berzakat kepada suami yang fakir.

Kalau ada rasa nggak enak, atau khawatir kurang atau salah, serahkan aja urusan zakat kita ke lembaga pengelola zakat. Tapi ya adaaa aja deh ya yang bikin orang tuh kehilangan kepercayaan sama lembaga pengelola zakat. Apalagi dibuktikan dengan kasus penyelewengan dana zakat beberapa waktu lalu. Belum lagi penyelewengan dana-dana lain yang seyogyanya digunakan untuk urusan beribadatan. Bikin orang jadi kehilangan kepercayaan. 

Nah, zakat langsung kepada keluarga ini bisa jadi solusi buat kamu yang masih sulit untuk percaya. Atau simply ya karena emang kalau zakat ke keluarga kita bisa lihat langsung impactnya. Kayak jadi lebih puas, lebih bersyukur juga kan? Cuma kadang emang ada keluarga yang kurang suka 'dikasihani' sehingga kita serba salah. Kita juga perlu tahu karakter keluarga kita seperti apa sebelum membuat keputusan.

Kalau di saya, karena memang penghasilan dan harta saya belum mencapai nilai hisab, maka saya baru punya kewajiban zakat fitrah. Selebihnya ya infak dan sedekah aja. Entah ke keluarga atau ke siapapun, termasuk ke kakek-nenek yang saya ceritakan di atas. Selain itu, memberi kepada orang lain juga jadi sarana edukasi kami buat Sakhaboy. Setiap ulang tahun, kami bagi-bagi apapun yang bisa dibagi. Kalau hari jumat, kami juga suka bagi-bagi buah kepada mahasiswa di kampus. Khususnya mahasiswa yang tinggal di asrama. Mereka biasanya suka jarang makan buah. Alhamdulillah kebiasaan baik dan konsep ini sudah bisa diterima oleh Sakhaboy. Harapannya kelak ketika harta kami sudah sampai pada kewajiban zakat juga jadi sudah sangat terbiasa untuk mengeluarkan harta yang menjadi hak mereka.

Intinya, kesempatan beribadah dua dimensi mau itu zakat, infak, sedekah, senyum sekali pun jangan sampai kita lewatkan. Kapan lagi meningkatkan keimanan sekaligus meningkatkan kepekaan sosial dan silaturahmi. Untuk itu kita perlu membuat perencanaan keuangan untuk menunaikan ibadah zakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam syariat Islam.

No comments

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<