Maggotin, Sebongkah Upaya Dompet Dhuafa dalam Percepatan Capaian SDGs


Saya mengikuti Pak Paiman merunduk melewati pintu yang cukup pendek. Kami masuk kedalam kandang maggot. Mengambil baskom, kemudian menyerok maggot dan membawanya ke kolam. Sejurus kemudian ribuan ikan lele melahap habis setiap genggam maggot yang dilemparkan kekolam. Menggelikan sekaligus menyenangkan di waktu yang sama buat saya.

 

Sore (19/7) ini saya bersama dengan suami yang memang passionate dalam budidaya maggot membawa serta anak kami untuk mengunjungi kandang milik Pak Paiman. Lokasinya di Desa Karang Anyar, Kecamatan Jatiagung, Kabupaten Lampung Selatan. Tak jauh dari tempat tinggal kami.

 

Ikan lele yang dibudidayakan Pak Paiman di bawah kandang maggot ini merupakan salah satu program lingkungan yang diinisiasi oleh Dompet Dhuafa Lampung. Program yang disebut Maggotin ini mengintegrasikan pemanfaatan sampah organik untuk pakan maggot, kemudian maggot digunakan untuk pakan lele dan unggas. Hasilnya, para penerima manfaat mendapatkan penghasilan tambahan dari proses budidaya ini sembari mengelola sampah organik.



Antuasisme ikan lele berebut maggot

Maggot yang dibudidayakan membutuhkan setidaknya 10 karung sayuran yang diambil Pak Paiman dari pasar setiap harinya secara cuma-cuma. Selain itu, maggot juga membutuhkan tambahan dedak, ampas tahu, dan sisa produksi roti yang tak layak jual. Semuanya adalah limbah yang nyaris tidak mempunyai nilai ekonomi sama sekali dan justru menimbulkan masalah lingkungan dan sosial.

 

Penggunaan maggot untuk pakan lele memangkas penggunaan pellet yang memang menjadi masalah terbesar pada kebanyakan pengusaha budidaya ikan. Pak Paiman hanya membutuhkan 2 karung pellet untuk satu kali siklus budidaya 10.000 ekor lele sekitar 3 bulan. Sehingga upaya ini mampu menekan biaya operasional pakan ikan lele.


Pak Paiman merupakan salah satu penerima manfaat program Maggotin dari Dompet Dhuafa. Dia sangat bersyukur atas bantuan-bantuan yang telah diberikan berupa kandang maggot terintegrasi dan juga mesin pencacah sayuran. Dia juga berharap untuk terus mengembangkan usahanya. Saat ini, selain untuk ikan lele, maggot yang dibudidayakannya juga digunakan untuk tambahan pakan mentok. Dia juga tengah menyiapkan kandang ayam yang baru agar bisa membudidayakan unggas lebih banyak lagi.


“Ya, dibilang cukup ya segini udah cukup. Cuma yang namanya manusia kan nggak pernah puas ya, Mbak. Tapi ya disyukuri aja,” ucapnya sambil tertawa.

 


Gunungan berwarna cream maggot di kandang

Berbekal belajar budidaya maggot dari YouTube, Pak Paiman kini tak jarang didapuk sebagai narasumber bagi beberapa orang yang mempunyai minat serupa. Bukan hanya berasal dari Lampung Selatan, Pak Paiman juga mengaku telah memberikan ilmunya untuk orang-orang dari daerah lainnya. Untuk itu, dia secara terbuka membagikan pengetahuannya bagi siapa pun yang ingin belajar.


Program Maggotin tak hanya memberdayakan Pak Paiman, tapi juga banyak orang lain yang berhasil mengembangkan usaha serupa. Berkat dana Zakat, Infak, Sedekah para donatur dan dana CSR PT Bukit Asam Tbk Unit Pelabuhan Tarahan melalui Dompet Dhuafa ini terbukti mampu memberdayakan banyak orang baik secara langsung maupun tidak langsung.  Dana ini jika terus dikelola secara produktif akan berdampak pada lingkungan, sosial, dan ekonomi yang lebih luas lagi.

 

Pak Paiman yang memang sedari muda sudah menjadi karyawan di usaha budidaya ikan lele. Hingga kini dia sudah punya anak kelas 9 SMP, dia sudah dapat meningkatkan taraf hidupnya dengan mengembangkan usaha budidaya lele terintegrasi. Upaya ini tidak saja membantu meningkatkan kualitas banyak orang secara ekonomi, tapi juga mengatasi permasalahan lingkungan hidup berupa pemanfaatan sampah. Selain itu, semakin banyak usaha serupa tentu juga akan meningkatkan supply dan akses masyarakat terhadap sumber protein hewani dan pemenuhan nutrisi di pasaran. Akses masyarakat terhadap protein hewani juga akan semakin baik sehingga tentu akan berpengaruh pada kualitas kesehatan dan perbaikan kualitas generasi yang akan datang.


Upaya Bersama dalam Menyiapkan Generasi Emas 2045


Saya memang concern banget dengan isu nutrisi ini. Pasalnya, di Lampung angka prevalensi wasting masih 7%. Wasting merujuk pada kondisi berat anak terhadap tinggi badannya yang tidak proporsional atau sangat kurang. Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia Kementerian Kesehatan, prevalensi wasting masih tinggi, yakni 21,6%. Oleh karena itu, beragam upaya harus terus dilakukan baik oleh pemerintah, swasta dan masyarakat dalam upaya menurunkan angka prevalensi tersebut. Bila anak mengalami wasting hingga gizi buruk, perkembangan otaknya akan terganggu. Padahal pada dua tahun pertama kehidupan seorang anak, otak berkembang dengan sangat pesat. Pada jangka panjang perkembangan otak yang terganggu ini akan mengakibatkan menurunnya kecerdasan dan kualitas hidup saat dewasa nanti.


Perbedaan anak normal, wasting, dan stunting (sumber: unicef.org)

Ya gimana mau mencapai Indonesia Emas 2045 kalau kondisi generasinya seperti ini. Indonesia sampai saat ini masih berupaya untuk makin maju dan keluar dari label negara berkembang. Kita belum kemana-mana karena masih belum bisa melepaskan diri dari masalah malnutrisi, seperti stunting, wasting, dan underweight. Belum selesai dengan ketiga masalah tersebut, anak Indonesia sudah mulai mengalami malnutrisi tipe lain, yaitu gizi berlebih atau obesitas.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 21,6 persen. pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting menyatakan bahwa percepatan penurunan stunting dilaksanakan secara holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi parapihak untuk bisa keluar dari situasi ini, termasuk juga organisasi filantoropi seperti Dompet Dhuafa. 

Dompet Dhuafa Lampung berkomitmen membantu menyelamatkan masa depan anak bangsa dengan pengentasan gizi buruk secara langsung, yaitu melalui program Pos Gerakan Sadar Gizi (GENZI). Pos GENZI yang diluncurkan sejak Januari 2023 merupakan intervensi perbaikan gizi balita wasting dan berisiko wasting melalui pendidikan pangan lokal dan perubahan perilaku makan yang dilakukan secara terus menerus selama 12 hari. Program GENZI bermitra dengan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) cabang Lampung dan kader posyandu setempat selaku pelaksana program di lapangan.

Sepertihalnya wasting, stunting menjadi masalah yang cukup serius karena berdampak panjang. Masalah ini tidak hanya memengaruhi kehidupan individu, namun juga kehidupan masyarakat/negara. Anak yang mengalami stunting cenderung sering sakit-sakitan, mengalami penurunan kemampuan kognitif, perkembangan fungsi tubuh tidak seimbang, juga postur tubuh yang tidak maksimal saat dewasa. Bayangkan, jika anak mengalami stunting, ia akan sering sakit-sakitan. Dengan demikian, orang tua akan menghabiskan uang untuk kesehatan anaknya. Hal ini tentu akan mengganggu perekonomian keluarga. Pada tingkat yang lebih tinggi, pembiayaan kesehatan otomatis terkuras. Anak yang sering sakit-sakitan juga mengalami gangguan tumbuh kembang.


Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, stunting menyebabkan perkembangan kognitif terganggu. Kemampuan kognitif adalah kemampuan manusia berpikir secara rasional. Contoh kegiatan yang membutuhkan kemampuan kognitif adalah belajar. Bisa diprediksi, anak stunting akan mengalami kelambatan kognitif. Dia akan kesulitan belajar dan menyelesaikan tugas sekolah. Konsekuensinya, besar kemungkinan dia drop out dari sekolah. Dengan tingkat pendidikan yang rendah tersebut maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak turut berkurang. Realita ini memperbesar risiko terjadinya kemiskinan.

Jadi masalah nutrisi dan kemiskinan adalah lingkaran setan.

Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025. Hal ini juga akan berpengaruh kepada tujuan yang pertama, yaitu mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk.


The Smiling Foundation

Tahun ini, tepatnya pada tanggal 2 Juli 2024, Dompet Dhuafa genap berusia 31 tahun. Dalam perjalanannya, berbagai program kebaikan telah Dompet Dhuafa lalui bersama para donatur dan juga penerima manfaat.



Pada Milad ke-31 tahun kali ini, Dompet Dhuafa mengambil tema khusus “A Smiling Foundation”. Ini maknanya dalam banget, lho, meski secara harfiah, “A Smiling Foundation” adalah lembaga yang selalu tersenyum sebagaimana tagline kelembagaan, Dompet Dhuafa: A Smiling Foundation, Devotion Dignity. Dompet Dhuafa harus bisa menjadi lembaga yang mengabdi untuk masyarakat dengan bermartabat, selalu tersenyum dalam menjalankan aktivitasnya melayani seluruh stakeholder (mustahik, muzaki, muwakif, dan sebagainya). As you can see, di setiap foto penerima manfaat dari program Dompet Dhuafa semuanya senyum bahagia seolah menular kepada kita semua. Seperti potongan foto yang saya ambil di website mereka di atas.


Mengukir senyum lewat bedah warung
Urusan peningkatan kualitas hidup masyarakat memang dilakukan oleh Dompet Dhuafa melalui berbagai cara. Salah satunya adalah bedah warung. Di Bandarlampung, Bu Sumartini, seorang penjual cemilan dan snack yang warungnya “dibedah” oleh Dompet Dhuafa. 

Program bedah warung merupakan bantuan renovasi atau perbaikan warung para pelaku UMKM. Tak hanya mendapat bantuan direnovasi saja, penerima manafaat program ini akan menerima bantuan modal usaha. Program ini akan semakin memberdayakan Bu Sumartini dan pemilik usaha warung lainnya sehingga akan terjadi perputaran uang yang lebih tinggi di masyarakat sekitarnya. Jangan mau kalah dengan toko retail besar yang membuat warung-warung jadi tenggelam pamornya


Nyatanya, memang yang dibuat tersenyum oleh Dompet Dhuafa bukan hanya Pak Paiman atau Bu Sumartini dan teman-temannya saja. Bahkan kita yang sekedar menonton pun ikut bahagia. Jadi merasa kita turut pula menyunggingkan senyum di wajah mereka. Jadi merasa wah negara ini ternyata masih punya asa. Apalagi Dompet Dhuafa menyediakan berbagai opsi bagi kita untuk turut berkontribusi dengan upaya nyata. Ada berbagai campaign yang bisa kita pilih dan dukung. Kalian bisa cek aja di websitenya.


Selama 31 tahun ini, Dompet Dhuafa telah menyentuh lebih dari 34 juta jiwa penerima manfaat. Ini terjadi berkat konsistensinya dalam mendampingi masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan kaum dhuafa.

Dana zakat yang dikelola oleh Dompet Dhuafa secara modern dan mengedepankan konsep welas asih sebagai akar gerakan filantropis melalui lima pilar program, yakni pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial, serta dakwah dan budaya. Kelimanya menjadi fokus utama yang mengembangkan potensi pemberdayaan masyarakat. Artinya, Dompet Dhuafa secara langsung memang berkontribusi pada pencapaian SDGs, bukan hanya SDGs ke-1 dan ke-2 seperti yang saya sudah ceritakan panjang dan lebar di atas, tapi juga Dompet Dhuafa mampu mewujudkan 17 tujuan tersebut.

Sore ini, hati kami penuh. Pulang dari kandang Maggotin Pak Paiman, kami menuju kedai kopi kesayangan sembari numpang Sholat Maghrib berjamaah di sana. Di perjalanan, anak saya tidak berhenti bercerita tentang antuasiasme dia, rasa penasarannya, dan segala imajinasi yang dia rangkum dari Maggotin. 

Senin depan dia sudah masuk sekolah lagi, sudah akan jadi anak TK B. Semoga saja, liburan panjangnya kali ini benar-benar menjadi 30 hari jadi manfaat yang akan membantu tumbuh kembangnya menjadi anak baik penuh empati dan selalu bahagia. Selamat Milad, Dompet Dhuafa!






Referensi:

[1] https://www.dompetdhuafa.org/
[2[ https://www.kominfo.go.id/content/detail/32898/indonesia-cegah-stunting-antisipasi-generasi-stunting-guna-mencapai-indonesia-emas-2045/0/artikel_gpr
[3] https://fk.ui.ac.id/infosehat/wasting-dan-stunting-ancaman-bagi-terwujudnya-generasi-emas-indonesia-begini-penjelasan-dokter-anak/
[4] https://www.unicef.org/indonesia/id/gizi/artikel/stunting-wasting-sama-atau-beda
[5] Peraturan Presiden RI no 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting


“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog 31 Tahun Dompet Dhuafa Melayani Masyarakat”



2 comments

  1. Masya Allah, anakku pernah mencoba ternak maggot tapi nggak bertahan lama, baca ini jadi termotivasi, keren deh Dompet Dhuafa.

    ReplyDelete
  2. Keren ya gerakan pemberdayaan apalagi untuk maggot ini karena emang ini jadi solusi untuk persoalan sampah.

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<