Kamis kemarin (11/6/2020) Rektor
Institut Teknologi Sumatera (ITERA) Prof. Ir. Ofyar Z. Tamin, M.Sc., Ph.D., berkesempatan
sharing dengan beberapa perwakilan dari perguruan tinggi lain di Indonesia
terkait pengalaman pengaturan dan kesejahteraan di kampus selama Pandemi
Covid-19. Kegiatan itu dikemas dalam Webinar keenam oleh UI GreenMetric yang
diadakan oleh Universitas Indonesia. Sebagai anggota UI Greenmetric World
University Ranking, Rektor ITERA menjadi narasumber bersama beberapa Rektor
perguruan tinggi nasional lain dalam webinar bertajuk Kampus Berkelanjutan yang
Sejahtera di Masa Pandemi Covid-19.
Dari Webinar yang
dimoderatori oleh akademisi Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr.Ir. Amin
Retnoningsih, M.Si., saya belajar banyak hal. Mengenai pengalaman kampus
lainnya, hingga bagaimana mengelola sebuah event online dan mempersiapkan diri
menjadi pembicara. Nggak mudah, namun bisa dilakukan dengan hasil yang
sempurna.
Pemateri lain juga hadir
menyampaikan pengalamannya masing-masing. Ada Prof. Dr. Jasman J. Ma’ruf, SE.
M.B.A Rektor Universitas Teuku Umar, Prof. Dr. Wahono Sumaryo, Apt Rektor
Universitas Pancasila, Prof. Dr. Ridwan Nurazi, SE, M.Sc, Ak, CA Rektor
Universitas Bengkulu, Dr. Sri Rahayu, S.H Rektor Universitas Bangka Belitung
yang juga menyampaikan kondisi masing-masing kampus dalam masa Pandemi
Covid-19. Webinar yang digelar via Zoom itu juga disiarkan langsung melalui
akun YouTube UI GreenMetric itu diakhiri dengan sesi diskusi dan tanya jawab
dari peserta.
Jika dalam kesempatan itu beberapa
narasumber lain justru membahas terkait green kampus dalam hubungannya dengan
perangkingan UI Greenmetric, maka ITERA fokus pada isu utama yaitu
kesejahteraan. Mengapa isu kesejahteraan diangkat di sini? Ya karena kita
sedang bicara tentang kampus berkelanjutan, dan kesejahteraan merupakan salah
satu indikatornya.
Dalam kesempatan itu, Rektor
ITERA sharing terkait berbagai praktik yang telah dilakukan ITERA dalam masa
pandemi mulai dari proses kuliah dan praktikum online, WFH bagi dosen dan tenaga
kependidikan, penelitian, hingga pengabdian kepada masyarakat, sampai saat ini
ITERA telah memasuki fase new normal. Meski in my mind, nggak ada sih istilah
new normal. Karena yang membuat kenormalan menjadi nggak normal ya manusia. So,
this is not really “new”. Mungkin kalau sempat (dan mau) kita bahas di
postingan lainnya.
Rektor juga menceritakan
bahwa 8 Juni 2020 adalah second birthday-nya ITERA. ITERA reborn to the new
ITERA. Dengan tatanan pengelolaan dan pengaturan kampus yang baru, tentunya
mengubah nyaris semua sendi kegiatan para sivitas akademika.
Namun kerja keras pengelola
kampus, bukan berarti baru dimulai di bulan ini. Sejak pandemi mulai menggerogoti
aktivitas kita pada Maret lalu, semua sudah koprol demi tetap bisa beraktivitas
namun tetap menjaga keamanan, ketahanan dan kesehatan. Banyak pihak yang ogah
memahami bahwa apa-apa kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan adalah melalui
jalan panjang pemikiran dan debat kusir yang nggak mudah. Namun manusia memang
nggak pernah lepas dari egoisme dan tipu daya hasut pikiran-pikiran negatif
hingga akhirnya menumbuhkan rasa kurang bersyukur, pengabaian, hingga
bentuk-bentuk protes lainnya yang sayangnya nggak dilampiaskan dengan cara arif
dan bijaksana.
Mulai dari mahasiswa yang
protes dengan metode kuliah online yang menghabiskan kuota, dijawab dengan
adanya subsidi kuota. Meski pada akhrnya mahasiswa kuliah lewat segala macam
media dan hanya setor akun saja. Jangankan lewat discord yang metodenya
(menurut saya sendiri) membuat ngantuk, bosan, dan mudah mendistraksi, kuliah
lewat metode synchronous dengan facetime pun mahasiswa masih bisa berkilah dan Cuma
setor muka. Pikiran dan matanya entah kemana meski menatap layar kamera.
Masih juga ditambah dengan
tuntutan pengurangan UKT hingga persentase yang nggak masuk akal. Ngana pikir
kuliah online dosen kagak perlu dibayar? Buat nyiapinnya nggak perlu pakai
mikir? Praktikum nggak pakai alat dan bahan? Tendik yang menyiapkan segala
administrasi juga nggak digaji. FYI, dosen nggak dikasih subsidi kuota seperti
kalian, lho adik-adik manis!
Padahal untuk bisa tetap
menjalankan tridarma perguruan tinggi, dosen harus bekerja ekstra. Ekstra kuotam
waktu lembur untuk menyiapkan bahan, beli macam-macam gadget dan pendukungnya,
hingga ada dosen yang beli lighting, meja kerja dan sebagainya demi kuliah
online yang paripurna. Mereka nggak dapat subsidi untuk itu. FYI lagi, masa WFH
berarti jam kerja yang simbolnya bukan 7.30-16.30 lagi, tapi berubah jadi tak
hingga. Kapan pun bisa jadi ada rapat. Kapan pun ada masa menyiapkun kuliah,
take video, edit, hapus, take lagi, and repeat sampai bisa diupload dan tersaji
dengan (lumayan) apik sampai ke gadget para mahasiswa.
Dari pemaparan para
narasumber lain, nyatanya yang saya dengan memberikan kuota kepada mahasiswa
hanya ada satu. Saya lupa darimana. Ada juga yang memberikan potonga UKT
seperti ITERA, tapi juga hanya satu. Lainnya? Memberikan bantan sembako bagi
mahasiswa yang tetap di rantau, atau memulangkan mahasiswanya. Semua itu
bentuknya bantuan, bukan full support. Yagimana, semua pendanaan di negara ini
kalau mau dialihkan untuk membiayai hajat hidup seluruh negeri yang tetap aja
kurang. Makanya saya paham kenapa kegiatan ekonomi tetap harus terus berjalan.
Rektor juga menceritakan
bahwa ITERA telah menyusun berbagai Standar Operasional Prosedur (SOP) seluruh
kegiatan sivitas akademika yang mengacu pada protokol kesehatan pencegahan
Covid-19. Ada belasan SOP yang disusun dalam waktu kurang dari satu minggu. Kebayang
kan tim penyusunnya gimana kondisinya, kurang tidur, mungkin mengabaikan
keluarganya, sakit, capek, dan sebagainya. Semua demi terciptanya kondisi yang
tertib dan teratur dalam penerapan new normal di kampus. Semuanya mulai dari
penggunaan fasilitas kampus seperti asrama, gedung perkuliahan dan pelayanan,
laboratorium, tempat ibadah, kantin, perkuliahan, praktikum, KKN, KP diatur
dengan SOP.
Bahkan ITERA juga masih
berniat banget ngurusin orang-orang yang dianggap tidak patuh terhadap perintah
lantaran pergi meninggalkan alamat domisili ke berbagai daerah di Indonesia.
Mudik istilahnya dengan berbagai alasan yang tentu saja nggak hanya mereka saja
yang merasakan dampaknya. Malahan yang taat aturan dan paham untuk menjaga
kepentingan bersama terkena imbasnya. FYI, Rektor sendiri bahkan nggak pulang
ke Bandung sejak Bulan Maret demi menjaga kondisi semua pihak tetap sehat. Beberapa
mahasiswa juga nggak pulang meski rumahnya masih di kabupaten-kabupaten di
Lampung demi bisa mengikuti perkuliahan dengan baik. rela nggak lebaran bersama
orang tua, dan rela hidup berhemat di kosan. I appreciate, you guys awesome!
Merencanakan untuk memanggil
semua civitas akademika untuk kembali berkegiatan di kampus tentu bukan mudah
bagi ITERA. Dengan berbagai pertimbangan dan mencegah agar kampus nggak jadi
cluster baru penularan virus Covid-19, maka SOP dibuat sedemikian rupa untuk
dipatuhi demi kebaikan bersama.
Kita semua sedang dalam fase ‘prihatin’.
Nggak ada yang meminta untuk hidup susah. Semua tentu ingin sejahtera, lahir dan batin, namun tentu sebagai manusia harus tetap memanusiakan manusia lainnya. Enyahkan ego pribadi dan saling menguatkan untuk kemajuan bersama. Semoga pandemi ini segera berlalu dan
kita dilimpahi berkah dan kesehatan dalam menjalani hari-hari sulit dengan
keikhlasan.
No comments
Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<