Kalau ada satu hal dari hidup yang harus dikurangi ketika berpikir tentang keberlanjutan lingkungan karena emisi gas rumah kaca namun berat banget bagi saya itu adalah berhenti makan daging dan susu. Keduanya merupakan kenikmatan dunia anugerah dari Tuhan yang tak terkira. Beruntung, akal manusia membuat saya menjadi yakin untuk tetap mengonsumsi daging dan susu :)
Beruntung
banget saya sempat ketemu dengan Chef Gaby Darmadji di Mall Boemi
Kedaton, Jumat (4/10/19). Waktu itu kebetulan ada bazar all about baby dan lagi ada demo masak
bakso. Tumben kan saya tertarik untuk datang ke event masak-masak? LOL. Yakarena
saya secinta itu sama bakso. Bakso bakar terutama.
Saya
bahkan suka jajan bakso bakar yang entah asal muasalnya gimana. Dibuat dari
daging seperti apa. Lalu dikasih bahan tambahan makanan (atau bahkan tekstil?)
macam apa. Huhu... serem amat! Thanks Chef Gaby yang udah berhasil membuka mata
saya. Yaudah, besok-besok yang jelas-jelas aja jajannya.
Jadi
yang diolah oleh Chef Geby ini bukan sembarang bakso. Saya udah lama sih tahu
tentang bakso ini. Beberapa kali beli juga, tapi ya baru aware dan tahu banget
ya gara-gara acara ini. Bakso Bonanza, yang ternyata diproduksi oleh Great
Giant Food (GGF). Siapa yang nggak kenal dengan GGF? Nanti deh saya ceritain belakangan, ya.
Jadi
Chef Gaby memperagakan tiga resep mengolah bakso super simpel ala-ala anak kos
dan orang yang nggak suka masak kayak saya. Ada bakso kuah, bakso goreng, dan
bakso bakar plus keju mozarella.
Bakso
Kuah Anti Ribet
Resep
bakso kuah ini yang paling membuat saya amaze. Soalnya ini benar-benar Cuma butuh
satu panci dan nggak butuh ulekan, blender, atau semacamnya. Cuma panci, pisau
dan talenan. Bahannya Cuma bakso, bawang merah, bawang putih, bawang bombay,
dan kemiri serta lada bubuk plus garam. Sebagai pelengkap, perlu kehadiran iga
sapi untuk dibuat kaldu.
Pertama
kali, tumis bawang merah, lalu bawang bombay. Kalau nggak punya bawang bombay,
bisa pakai batang daun bawang. Jadi yang bisa mengeluarkan flavour pada daung
bawang itu adalah bagian putihnya, alis batangnya. Kalau yang hijau itu ya
sebagai garnis aja. Nah, setelah bawang ini harum, masukkan dulu kemiri bubuk
dan tumis sampai matang. Kalau yang dimasukkan bawang putih duluan, khawatirnya
nanti gosong dan pahit. Bawang putih gampang gosong dan ketika sudah gosong,
rasanya bakal pahit banget.
Setelah
itu, didihkan air dan iga sampai benar-benar mendidih. Baru kemudian masukkan
baksonya sampai mengambang. Sebenarnya bakso ini sudah matang karena sudah
direbus sebelum dibekukan. Jadi nggak perlu terlalu khawatir, sih. Namun kalau
baksonya berubah ukuran jadi lebih besar, rasa dan gigitannya juga lebih
mantap.
Resep
ini langsung saya praktikan di rumah pas hari sabtu. Baksonya saya iris tengah
tapi nggak sampai putus. Saya lebih senang dibuat begitu. Analoginya mirip
tempe garitlah, kalau dibuat garit-garit, rasanya lebih enak gitu.
Bakso
Goreng Simple tapi Past Tense
Resep
yang kedua bakso goreng. Menurut saya ini lebih enak daripada bakso kuah. Caranya
membuatnya juga nggak kalah gampang. Hal yang sedikit ribet adalah mencampurkan
tiga macam tepung dengan perbandingan sama. Ada tepung terigu, tepung jagung,
dan tepung kanji. Pada campuran tepung ini ditambahkan sedikit gula dan garam
sebagai penambah cita rasa.
Sebenarnya ini mirip dengan prinsip tepung serbaguna. Namun dengan membuat sendiri kita bisa jadi lebih yakin dengan bahan-bahan yang kita masukkan kedalamnya.
Bakso
digulingkan kedalam tepung, lalu dimasukkan kedalam kocokan telur dan
digulingkan lagi kedalam tepung. Kocokan telur hanya untuk membuat tepung bisa
menempel ke permukaan bakso. Setelah itu goreng dengan minyak panas dan banyak.
Nggak perlu sampai lama-lama karena akan gosong. Indikatornya cukup sampai warnanya
berubah menjadi kuning keemasan aja.
Bakso
goreng siap dinikmati dengan atau tanpa cocolan. Dimakan polosan gitu juga udah
enak karena ya emang di baksonya sendiri udah ada rasanya, jadi nggak perlu
menambahkan lagi rasa yang sebelumnya pernah ada. Eaaaaa.
Bakso
Bakar Kenikmatan Dunia
Bebakaran
adalah menu makanan dengan zat karsinogen yang membuat dunia serasa surga. Halah.
Apalagi kalau dibuat dengan cara yang super gampil dengan bahan yang sederhana.
Kalau
Chef Gaby olesan saus bolognise untuk menambah kelezatan dan mengundang efek
gosong pada baksonya. Sebenarnya bisa pakai saus apa aja. Suka-suka pemirsa. Cuma
ternyata saus ini juga ni’mat syekaleeee ketika di-mix dengan flavour bakso
yang juicy.
Chef
Gaby juga mempraktikan cara melilitkan mozarella cheese pada tusukan-tusukan
sate yang sudah dibakar. Keju ini akan memberikan sensasi makan yang berbeda
daripada kalau bakso-bakso ini dimakan langsung.
Bakso Bonanza, dengan Jaminan Kualitas
dan Rasa
Dengan
harga jual Rp. 75.000 per 500 gram, saya pikir bakso ini cukup worth to buy. Dengan
rasa yang masih juicy, artinya bakso ini dibuat dengan kualitas daging yang
baik dan segar. Bakso ini dibuat tanpa pengenyal dan pengawet dengan komposisi
daging 84%. Bakso ini cuma bisa bertahan
6 bulan di frezeer, bukan chiller ya. Harus freezer.
Rasanya
jelas banget nggak kaleng-kaleng. Daging banget dengan tekstur yang nggak
terlalu berserat tapi lembut. Duh, sewaktu ngetik ini masih kebayang rasa
dagingnya sungguh sulit dilupakan. Jadi pengin belanja lagi karena bakso ini
bisa didapatkan semudah ngesot ke Chandra.
Sapi-sapi
yang dipelihara di GGF merupakan bibit sapi kualitas tinggi dari Australia
dengan kondisi kesehatan yang baik. Sapi Aussie terkenal dengan praktik biosecurity-nya.
Di cattle feedlot GGF, sapi-sapi ini dijamin kesejahteraannya mulai dari pakan,
nutrisi, lingkungan, sampai tingkat stress-nya.
Yang
nggak kalah penting dari teknologi penggemukan sapi saat ini adalah traceability.
Dimana sapi harus bisa di-trace mulai dari awal pembibitan hingga pemotongan. Sehingga
aging yang kita konsumsi terjamin kualitasnya.
Nah,
yang bisa membuat kenapa tekstur Bakso Bonanza lembut dan kenyal serta
flavournya juicy adalah karena sapi-sapi itu nggak stress hingga saat
pemotongan. Dengan prosedur pemotongan animal welfare dan prosedur halal dengan
tetap menjaga hygiene dan kesegaran akan menjamin kualitas produk hingga
ketangan konsumen.
Bakso
dan Keberlanjutan Lingkungan
Bakso
Bonanza ini dihasilkan oleh Great Giant Livestock (GGL) yang merupakan cattle
feedlot terbersar di Indonesia. GGL berlokasi sama dengan perkebunan GGP di
Lampung Tengah yang sudah ada sejak 1987.
GGL
merupakan bagian dari Great Giant Foods' “Green” Synergies, GGL memproses kulit
nanas dari GGP dan by product dari tapioka Umas Jaya Agrotama (UJA) untuk
kebutuhan pakan sapinya. GGL juga
mengembangkan bisnisnya pada Beef and Dairy Sector dengan mengeluarkan produk
susu segar dengan merek dagang Hometown Dairy yang juga idola saya.
Saya
cukup kenal dengan grup perusahaan ini karena memang sangat relate dengan
background pendidikan saya. Kami dulu banyak melakukan penelitian disana dan
sampai sekarang banyak kakak tingkat dan kawan yang masih bekerja disana.
Saya jadi pengin banget cerita tentang perusahaan ini. Mungkin nanti kalau saya pulang dari kunjungan industri bareng mahasiswa-mahasiswa saya di bulan November nanti.
Untuk
saat ini saya cukup yakin untuk mengonsumsi produk Bakso Bonanza dan Susu
Hometown karena meski berbasis hewani namun proses produksinya cukup bisa
dijamin keberlanjutannya. Ya, aktivitas manusia memang dekat sekali dengan
dampak negatif terhadap bumi. Apalagi kalau kita bicara soal sektor peternakan
yang you know dampak lingkungannya cukup besar sekali. Namun dengan adanya
teknologi dan implementasi best practise pada green industry, tentu nggak perlu
ragu lagi untuk bisa mencukupi kebutuhan nutrisi keluarga dari hasil peternakan
ini.
Saya juga suka bakso. Lebih suka makannya daripada masaknya :)
ReplyDelete