![]() |
Aneka motif Deandra Batik Tulis Lampung |
Mendung
masih bergelayut selepas dzuhur menyusur jalanan kota yang dibasahi rintik
hujan pagi tadi. Udara sejuk perlahan merasuk rongga dada mengusir penatnya
asap knalpot khas ibukota menuju Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling,
Bandar Lampung. Nuansa damai pepohonan dan kicau burung menyambut saya yang
baru saja menepikan sepeda motor di depan sebuah rumah berpagar bambu.
Kehadiran
saya yang tak diundang itu disambut ramah oleh seorang pemuda dan empat
perempuan yang tampak sedang asyik bercengkrama sambil membatik. Hangat. Saya
terkesan dengan sambutan yang memaksa mata saya untuk tak lepas memandangi
malam panas yang dicanting lalu digoreskan pada kain putih berpola.
Dalam
kesempatan itulah, saya berkenalan dengan sesosok Andri Safrianto (28). Anak
muda dengan penghasilan puluhan juta yang awalnya sempat menciutkan nyali saya
untuk bertanya-tanya. Dia bersama kakaknya, Neti (35), merintis usaha home industry hand made Batik Tulis
Lampung. Bidang usaha yang jarang diminati pemuda-pemuda lain seusianya saat ini.
![]() |
Andri Safrianto saat menceritakan pengalamannya |
Usahanya
bermula saat dia ikut pelatihan yang digelar oleh Dinas Perindustrian Propinsi
Lampung pada 2016 silam. Dia lalu tertarik untuk membuat desain batik hingga
akhirnya direkrut untuk bekerja di sebuah perusahaan sebagai desainer.
Pekerjaan yang dihargai dari setiap desain unik yang dihasilkannya tak lantas
membuatnya puas. Hanya sebulan dia bekerja dan merasa risau. Dia mulai berpikir
tentang masa depan.
Andri,
mahasiswa Teknik Informatika di sebuah kampus swasta di Bandar Lampung itu
mengambil keputusan besar di tengah ketidaktahuannya tentang batik. Tanpa bekal
informasi harus menuju kemana, dia dan Neti akhirnya nekat pergi ke Yogyakarta.
Kota budaya yang juga terkenal dengan batiknya meski bukan disebut sebagai Kota
Batik.
![]() |
Neti saat bercerita sambil membatik |
Berbekal
kepercayaan kepada pengemudi bentor, mereka menyusuri jalanan Pasar Ngasem.
Dengan penuh keyakinan mereka memborong 20 lembar kain dan segala macam
perlengkapan untuk membatik.
Hingga selesainya
produksi batik batch pertama, Andri
dan Neti tak pernah punya rencana kemana mereka harus memasarkan karya seninya.
Mereka tak mampu berjualan. Hingga akhirnya Andri membawa produknya ke Dinas
Perindustrian dan mendapatkan respon yang
sangat baik. Tak hanya Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi dan yang lainnya
pada akhirnya kepincut dengan karya
anak muda itu.
Kini,
Andri dan Neti tak hanya bekerja berdua. Mereka sudah dibantu dengan 15 orang
karyawan yang bekerja paruh waktu. Mereka membawa pulang kain-kain yang sudah
diberi pola oleh Andri, lalu menyelesaikannya di rumah.
Ciptakan Zona Nyaman Sendiri Tanpa Takut
Bersaing
Jika
selama ini kita hanya mengenal batik dari Lampung hanya berupa motif-motif
siger, gajah, kapal, dan goresan-goresan simbol kaku dan itu-itu melulu, Andri
mengubahnya menjadi lebih seru. Tanpa menghilangkan simbol-simbol filosofis
itu, dia mengangkat konsep komoditi Lampung sebagai materi lukisan di kainnya.
Desainnya pun dia gambar sendiri. Sehingga selain lebih artistik, desainnya pun
tidak bakal pasaran. Bahkan ketika pesan banyak sekali pun, terkadang ada
kekhasan yang dimiliki satu kain tapi tidak yang lainnya. The power of hand made product, unique.
![]() |
Motif kopi |
Dengan
konsep unik itu, Andri tak pernah takut terhadap persaingan usaha. Konsumennya
bahkan bisa memesan apapun baik motif, konsep, maupun warna.
Andri
yakin bahwa dirinya tidak bersaing dengan siapapun. Produknya yang sejak desain
dikerjakannya sendiri hingga dipindahkan ke atas kain, lalu dicanting,
diwarnai, dikunci warnanya, nglorot atau
membuang lilin malam, direbus, hingga dijual semuanya dikerjakan dengan sepenuh
hati. Ini menghasilkan produk yang bukan sekedar komoditas jual-beli. Lebih
dari itu, produk yang sangat filosofis dan penuh nilai seni itu tak berhenti
nilainya hanya sampai persoalan uang semata.
![]() |
Andri saat membuat pola |
Selama
tiga hari, kain-kain berukuran 220 cm x 115 cm mendapatkan torehan cinta dari
Andri dan karyawan-karyawannya. Hingga kain-kain itu berpindah tangan, mereka
akan tetap menjadi produk yang unik dan otentik.
“ ... Oh dia nggak suka (motif) yang ribet, yang rapat banget. Oh bagus ya, yang sederhana kayak gini,” ceritanya saat mempelajari selera pasar.
Kain
batiknya dihargai Rp. 300-700 ribu per lembarnya. Dia juga membuat batik dengan
pewarnaan alam dengan bahan baku kulit jengkol, mahoni, kunyit, daun jambu
biji, mangga dan daun suji. Kain batik pewarnaan alam yang melewati masa
perendaman hingga satu bulan ini dipasang mahar mulai Rp. 700.000 per lembar.
Penghasilannya pun tak menentu, namun dirinya mengaku meraup omzet Rp.
20-70juta dalam sebulan.
Angka yang
fantastis yang dihasilkan oleh seorang pemuda yang sedang dalam masanya untuk
menikmati hidup leha-leha, tapi dia memilih untuk berkarya.
“Jangan pernah takut bersaing. Nanti selera yang akan menentukan. Saya sempat pesimis. Tapi saya ikut dulu, saya coba dulu. Saya akhirnya yakin karena nggak bermain di pasar mereka. Mereka mahal-mahal, kita main di pasar yang tengah-tengah,” jelasnya mantap.
Pemasaran dan Dampak Kunjungan Wisatawan ke
Lampung
Dalam hal
pemasaran pun, dia mengandalkan media sosial instagram yang di-update setiap hari minimal dua kali.
Bukan posting produk, melainkan dia
memamerkan aktivitas terkait usaha batiknya.
Saat ini
produknya sudah mejeng di Gedung
Smesco Jakarta dan Dekranasda Propinsi Lampung. Dia juga aktif mengikuti
berbagai pameran guna mengenalkan produknya.
Dia mulai
meyakini selera pasarnya ketika dia mengikuti pameran di JCC Jakarta. Produknya
laku sebanyak 40 buah.
Menurutnya
pemasaran dari produk-produk UMKM di Lampung belum terlalu baik. Dia mengaku
bahwa para pelaku UMKM belum merasakan adanya dampak positif dari kunjungan
wisatawan ke Lampung yang begitu masif.
“Tentu ini menjadi tugas para stakeholder yang berkepentingan. Bagaimana kita yang tergabung dalam UMKM Lampung ini ikut merasakan efek kedatangan wisatawan ke Lampung yang angkanya sampai sebelas juta orang. Selama ini yang merasakan dampaknya baru pengusaha sovenir dan oleh-oleh (makanan). Itu pun yang sudah besar. Kalau memang itu diolah dengan baik, gimana sih rasanya?” harapnya.
Andri
sangat berharap batik yang diproduksinya kelak bisa menjadi raja di negerinya dan
memakmurkan masyarakatnya sendiri. Saat ini baru beberapa instansi yang memesan
batiknya, harusnya bisa semua instansi memakai batik yang memang diproduksi di
Lampung oleh orang Lampung dan menyejahterakan masyarakat Lampung sendiri. Saat
ini memang batik-batik dari Jawa masih mendominasi pasaran batik di Lampung.
Dia
optimis masa depan Deandra Batik Tulis Lampung masih sangat panjang. Apalagi
dengan dukungan dari para karyawan yang merupakan usia produktif. Andri juga
memberdayakan perempuan-perempuan di sekitarnya untuk dapat bekerja paruh
waktu. Ada juga beberapa tenaga kerja laki-laki yang masih merupakan pelajar
SMA dan bekerja di saat ada orderan berlebih dan digaji sesuai dengan hasil
pekerjaannya.
![]() |
Asih ketika membubuhkan warna pada kain batiknya |
Asih (40)
adalah salah satu karyawan baru Andri. Meski baru, dirinya sudah cukup mahir
dalam memoleskan warna pada kain yang telah diberi motif batik dan dia sudah dianggap
senior.
“Saya baru kerja di sini. Sebelumnya saya kerja nyuci-nggosok. Sekarang saya juga masih nyuci-nggosok, tapi kalau sudah selesai ya kesini,” kata Asih malu-malu.
Melalui
batik ini pula Andri turut mempromosikan kekayaan alam dan budaya Lampung
kepada khalayak. Motif kekayaan komoditi unggulan dari Lampung seperti kopi,
lada, dan sebagainya nyatanya bisa sangat cantik dan unik ketika diaplikasikan
pada desain pakaian. Demikian juga dengan Tugu Tanggai di Lampung Tengah yang
turut menjadi inspirasi karya seni Andri.
![]() |
Motif Tugu Tanggai |
Dalam
mendesain, Andri juga tak sembarangan meletakkan bentuk dan warna. Dia
mempertimbangkan kecocokan motif dengan lekuk tubuh konsumen dan juga posisi
gambar itu di tubuh.
![]() |
Harmonisasi bentuk dan warna Batik Deandra |
“Jadi nggak sembarangan. Waktu bikin desain saya juga membayangkan dan memperhitungkan gimana kalau kain ini sudah jadi baju,” jelasnya.
Keberadaan
Deandra Batik Tulis Lampung ini tak hanya memberikan dampak ekonomi bagi Andri
dan Keluarga. Lebih dari itu, usaha ini turut menyejahterakan warga sekitar.
Masyarakat Lampung juga jadi punya pilihan karakteristik batik unik tanpa harus
terus menerus terpaku pada motif lama, apalagi batik dari daerah lainnya.
Kontribusi Sosial untuk Sejahtera Bersama Bangsa
Hari itu,
saya juga sempat bertemu dengan Pak Rusdi, ayah Andri yang juga Ketua Kampung
Berseri Astra (KBA) Desa Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung.
Dia bercerita bahwa Deandra Batik Tulis Lampung yang digawangi oleh kedua
anaknya merupakan salah satu penerima manfaat dari Astra.
![]() |
Gerbang Lingkungan II KBA Sumber Agung |
Demi
mewujudkan cita-cita luhur pendirinya untuk “Sejahtera Bersama Bangsa”, Astra
turut memberikan kontribusi sosial yang berkelanjutan. Hal tersebut telah
dijabarkan dalam Public Contribution Roadmap setiap tahunnya, yang memetakan secara terstruktur dan komprehensif
langkah-langkah yang saling terkait dan berkelanjutan dalam menciptakan
kontribusi sosial yang semakin memiliki nilai tambah dan bermanfaat. Dalam
implementasinya, kontribusi sosial Astra dilakukan oleh seluruh jajaran
organisasi melalui program-program yang berfokus pada 4 pilar utama, yaitu
Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan dan Kewirausahaan.
Pada pilar
lingkungan, di KBA Sumber Agung Astra telah mewujudkan kontribusinya dengan
penanaman pohon, perbaikan kondisi lapangan desa dan penyediaan tong-tong
sampah di beberapa titik. Sementara untu pilar kesehatan, telah dilakukan
perbaikan kondisi Posyandu Lansia dan Balita yang akan terus dilakukan secara
bertahap. Dalam pilar pendidikan, telah diberikan beasiswa untuk siswa SD
hingga SMA yang tidak mampu secara ekonomi namun tidak mendapatkan BSM.
Perbaikan kondisi PAUD juga telah dilakukan di Kelurahan Sumber Agung.
Sementara
untuk pilar kewirausahaan, di KBA Sumber Agung telah berkembang usaha-usaha
seperti keripik, kopi bubuk, enting-enting jahe dan termasuk Deandra Batik
Tulis Lampung. Mereka juga telah mengikuti beberapa pameran.
Sejak
ditetapkannya Hari Batik Nasional pada 2 Oktober 2009 sebagai peringatan
diakinya batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible
Heritage of Humanity) oleh UNESCO, masyarakat Indonesia dari semua kalangan
semakin bangga terhadap batik. Pengakuan terhadap batik tersebut merupakan
pengakuan internasional terhadap budaya Indonesia. Sudah sepantasnya jika kita
mengapresiasi dan merawat kekayaan warisan bangsa ini.
Begitu
pula di Lampung. Sekolah-sekolah mempunyai ciri khas batiknya sendiri.
Kantor-kantor swasta dan pemerintah, sampai pusat-pusat perbelanjaan pun
memerintahkan karyawannya untuk berbatik ria. Hal ini tentu menjadi peluang
sekaligus tantangan bagi pengusaha batik seperti Andri untuk terus
mempromosikan kekayaan budaya dan sekaligus menjaga kelestariannya.
Menurut Pak
Rusdi, Kelurahan Sumber Agung memang sangat potensial untuk dikembangkan,
terutama untuk sektor pariwisata. Pemerintah Propinsi Lampung memang mendukung
Pemerintah Kota Bandar Lampung mewujudkan Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan
Kemiling, Bandar Lampung sebagai destinasi wisata baru. Terdapat setidaknya
empat lokasi wisata di kelurahan ini, yaitu Penangkaran Rusa, Taman Kupu-kupu
Gita Persada, Wisata Agroforestry dan Kampung Hutan Durian Sumber Agung.
Penangkaran
Rusa berlokasi tak jauh dari Taman Kupu-kupu Gita Persada yang didirikan pada
tahun 1997 oleh seorang ahli biologi Universitas Lampung, Dr. Herawati
Soekardi. Beliau berhasil merubah lahan kritis perbukitan di sana menjadi
sebuah taman edukasi dengan hijaunya vegetasi.
Semangat pemberdayaan
masyarakat di sekitar Tahura seluas total 22.244 Ha, termasuk di Kelurahan Sumber
Agung dan pengembangan wisata di Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdurrachman
merupakan langkah awal dalam mewujudkan rencana Pemerintah Propinsi Lampung
untuk sektor kehutanan dalam kontribusinya terhadap pariwisata dan
kesejahteraan masyarakat Lampung. Upaya pengembangan pariwisata alam,
pengembangan produk-produk hasil hutan oleh masyarakat dan program serta
kegiatan lainnya bertujuan untuk mencapai hutan lestari dan masyarakat
sejahtera.
![]() |
Lokasi pembangunan LAO (Foto: Mustaba) |
Keberadaan
Kelurahan Sumber Agung semakin istimewa dengan tengah dibangunnya observatorium
yang ditargetkan menjadi observatorium terbaik di Asia yang bernama
Astronomical Observatory (LAO) Earth and Space Science Education Center yang
berlokasi di Kelurahan Sumber Agung sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut.
Hal ini
tentu menjadi jaminan akan cerahnya masa depan Kelurahan Sumber Agung. Bukan
main-main, pengembangan Tahura Wan Abdurrachman ini merupakan bagian dari
pengembangan wisata teluk Lampung yang dikenal dengan Lampung Forest by The Bay.
Geliat industri rumahan dan UMKM di Kelurahan Sumber Agung tentu semakin mendukung
pengembangan wisata di daerah tersebut. Dengan adanya partisipasi pihak swasta
seperti Astra dalam mendukung pembangunan daerah, tugas pemerintah tentu akan
lebih mudah. Pembangunan memang seyogyanya dilakukan secara komprehensif dan
berangkat dari analisis masalah di lapangan dengan cara pandang holistik. Tak
hanya memberikan bantuan pengembangan usaha, tentunya pembangunan sumberdaya
manusia yang sehat dan cerdas serta produktif pun menjadi modal utama keberlanjutan KBA Sumber
Agung agar terjadi peningkatan kualitas hidup yang senantiasa berjaya dan sejahtera.
Kesan saya
sehari di Kelurahan Sumber Agung yang membawa sejuta cerita ini membuat saya
enggan untuk beranjak dan bertolak kembali ke pusat kota. Namun langit yang
kian hitam pekat menggugah saya untuk bergegas meninggalkan kampung yang
istimewa itu. Senyum dan canda renyah para punggawa Deandra Batik Tulis Lampung
mengantarkan saya hingga menghilang di balik rimbun pepohonan di sisi jalan.
No comments
Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<