“In our society growing food ourselves has become the most radical of acts. It is truly the only effective protest, one that can—and will- overturn the corporate powers that be. By the process of directly working in harmony with nature, we do the one thing most essential to change the world — we change ourselves.” Jules Dervaes, Founder homesteady.org (1947-2016).
Tinggal di kota nggak lantas membuat saya gagal jadi urban
homesteader. Kalau di desa mah kan udah biasa kalau bisa mencukupi kebutuhan
pangannya sendiri. Kalau di kota baru luar biasa. Eh, ini bukan hal baru lagi
karena banyak orang di seluruh dunia sudah mempraktekkan ini, lho.
Meski pun kita nggak punya sawah yang luas untuk
menanam padi atau jagung, masih mungkin untuk kita memanen dari kebun kecil. Ssst...
waktu kecil saya pernah menanam padi di selokan. Berhasil, kok. Sayangnya cuma segenggam.
LOL.
Bakalan lebih seru pastinya kalau kita punya suatu
komunitas. Di sana kita bisa lebih mudah gabung bareng para tetangga untuk
sharing lahan, alat, ilmu dan yang paling penting silaturahmi.
Kenapa Harus Homesteady?
Seandainya ada enam rumah tangga aja yang concern
terhadap fokus homesteadynya masing-masng, itu sudah wow sekali! Ada yang fokus
menanam beternak, memelihara ikan, menanam buah, recycle grey water,
memanen air hujan, menanam aneka sayuran, dan sebagainya. Dengan begitu kita
nggak perlu menyediakan semua jenis bahan pangan dari rumah kita sendiri, tapi
cukup sharing dengan tetangga yang jaraknya nggak lebih dari 50 meter dari
rumah. Mimpi gue sih gitu gaesss!
An urban homestead is a household that produces a significant part of the food, including produce and livestock, consumed by its residents. This is typically associated with residents’ desire to live in a more environmentally conscious manner – Wikipedia.
Kalau menurut saya, pengertian homesteady itu mirip-mirip
seperti ketahanan (pangan) dan swasembada. Ketahanan pangan tidak hanya
mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk
mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan
pada pihak manapun.Bedanya kalau homesteady ini bicara tentang segala kebutuhan pangan hingga energi.
Nah,
di Indonesia yang gemah ripah loh jinawi ini sayangnya masih belum bisa
mencukupi kebutuhan pangan rakyatnya sendiri. Masih banyak sekali
ketergantungan kita terhadap produk, bahkan komoditas impor. Bahkan kedelai dan
tepung terigu pun sudah seperti pangan pokok bagi masyarakat kitaa. Padahal tepung-tepungan
di Indonesia pun banyak. Rupanya lidah kita sudah teracuni oleh segala sesuatu
yang impor sehingga nampak ketergantungan.
Untuk
bisa mengakses pangan, kita juga berkontribusi dalam pemanasan global. Mulai dari
pertanian yang monokultur, sistem pertaniannya yang banyak merelease
bahan-bahan berbahaya, hingga supply chain yang juga termasuk pengangkutan yang
tentunya menghasilkan banyak sekali emisi karbon yang terlepas ke atmosfer.
Makanya
kalau semua kebutuhan itu bisa terpenuhi dari dalam negeri, syukur-syukur dari
kampung sendiri atau dari rumah sendiri, otomatis jejak karbonnya akan bisa lebih
diminimalisasi.
Keuntungan
untuk bisa homestedy menurut saya adalah sebagai berikut:
-
Hemat jejak
karbon untuk ke pasar/swalayan dan tentunya hemat jejak karbon dalam proses
perjalanan panjang produk dari petani hingga swalayan.
-
Kepastian ketersediaan
pangan sehat bebas pestisida, GMO, dan pengawet.
-
Hemat waktu
untuk berbelanja dan memilah produk yang akan dibeli.
-
Hemat uang
karena tidak akan melirik produk lain yang tidak ada di shoping list.
-
Reduksi stress
karena homestedy adalah aktivitas yang menenangkan dan membahagiakan.
Dalam pelaksanaannya, homesteady berkaitan erat dengan
permakultur. Menurut Bumi Langit Institute, permakultur menekankan kemandirian
dan ketidaktergantungan – kemampuan untuk menyediakan sendiri kebutuhan kita
dari sumberdaya yang ada, apapun kondisi kita. Di sebuah lingkungan rumah susun
yang padat, kita dapat menanam slada di dalam pot di jendela, dan tetangga bisa
menanam tanaman lain agar dapat bertukar dengan slada kita. Kita tidak dapat
bergantung hanya pada sistem pangan global, atau selalu berharap ada cadangan
minyak bumi bagi kendaraan kita sehingga kita bisa pergi berbelanja.
Permakultur menekankan penggunaan tanaman yang multifungsi dengan fungsi keindahan, kesegaran mata, terapi aroma, kenyamanan dan sebagainya yang merupakan panen yang bisa kita dapatkan dalam bentuk lain.
Permakultur
bertujuan membangun koneksi input dan output dari berbagai
unsur-unsur sebagai bagian-bagian. Unsur-unsur dapat bertemu dan bekerja sama
memberikan kebutuhan bagi satu sama lain. Sebagai contoh, jika kita
mengumpulkan sisa makanan dapur, dan memasukkan ke kotak kompos, Kita dapat
membuat kompos yang nanti digunakan di kebun untuk menanam sayuran yang dapat
kita makan, dan hasil-hasil lain (tanah subur, aneka ragam tanaman, banyak
cacing). Artinya sisa makanan bukanlah sampah. Bandingkan jika sisa makanan tadi
dibuang di tempat penampungan sampah, akan memproduksi metana yang mempolusi
udara, juga polusi bau, memerlukan energi untuk mengangkutnya ke tempat
pembuangan, mengurangi kemungkinan mendapat sayuran segar dari kebun, atau
harus membeli sayur dari tempat lain, dan sebagainya.
Jadi istilah “rethink, refuse, reduce, reuse, repair, recycle” dapat ditambahkan dengan istilah “re-design” di sini pula, di mana pendekatan cradle-to-cradle digunakan permakultur secara baik.
Untuk bisa menjadi seorang urban homesteader, hal berikut
yang saya pikir penting untuk dilakukan.
Belajar keterampilan Tradisional
Suami saya nggak bisa mencangkul. Dia juga nggak
pandai memecah kelapa muda. Prestasinya dalam hal ini di hadapan kedua orang
tua saya sangat buruk. LOL.
Di rumah saya terdapat kebun buah, sayur, kolam ikan,
kandang ayam yang semuanya diatur sedemikian rupa di lahan yang tidak terlalu
luas. Dalam praktiknya, kita tetap membutuhkan keterampilan dasar seperti mengolah
tanah.
Konservasi Air
Ini impian saya banget selain membuat atap rumah yang
lengkap dengan panel surya sebagai sumber energi listrik. Kita semua tahu bahwa
orang Indonesia sudah sangat terancam dengan kualitas airnya. Sebagian besar
masyarakat kita membeli air bersih untuk kepentingan air minum, bahkan mandi di
beberapa lokasi.
Baca juga: Yang Terserak dari Perayaan Hari Bumi di Kampung Konservasi
Baca juga: Yang Terserak dari Perayaan Hari Bumi di Kampung Konservasi
Upaya memanen air hujan merupakan salah satu bentuk
konservasi air. Selain itu penting juga mengolah grey water alias limbah air
domestik yang kita hasilkan. Kita darurat sanitasi dan air bersih lho!
Selain membuat lubang resapan biopori yang sekaligus
saya gunakan sebagai komposter, saya juga kelak ingin bisa menanam bambu. Bambu
merupakan tanaman konservasi air yang juga bagus dari segi estetika.
Menanam Makanan Kita Sendiri
Ini adalah suatu keharusan
dan juga sekaligus hal yang paling mugkin untuk dilakukan. Karena saya baru
pindah dan siklus hidup baru mulai beranjak normal kembali setelah melahirkan
tiga bulan lalu, saya memulainya dari awal lagi.
Saya masih sangat sulit
untuk mengeliminasi sampah seperti kemasan susu, minyak goreng, deterjen. Meski
saya sudah membeli dalam kemasan besar, saya tetap saja nyampah. So, saya
berusaha melebur dosa dengan menjadikan mereka pot untuk tanaman sayuran saya.
Kreatif di Dapur
OMG! Siapa sih yang nggak
pengin pinter masak apapun. Mengubah apa yang ada menjadi segalanya untuk
anggota keluarga?
Saya memang pernah belajar
membuat roti, keju, selai, dan lainnya di kampus. Tapi dalam praktiknya di
rumah ya masih nol besar. LOL. Nah, kalau sudah berniat untuk homesteady ya
berarti harus menyisihkan waktu untuk bisa ngulik dapur. Biar bagaimana pun
memasak sendiri itu lebih hemat dan nutrisinya terkontrol, yakan?
Food Preparation
Saya masih sangat jarang
memasak kecuali untuk menu-menu dadakan. LOL. Jadi prestasi food preparation
saya baru sebatas hari minggu sore ke pasar kaget, lalu memilah belanjaan berdasarkan
kelompok mau dimasak kapan dan bahannya apa aja. Semoga kedepan saya lebih giat
demi gelar sebagai ibu bangsa sejati!
Composting
It’s a must, dong! Awalnya saya
mengompos dengan takakura, tapi punya bayi piyik squishy ditambah kondisi jiwa
yang belum sepenuhnya normal lagi membuat saya malas luar biasa. Akhirnya solusi
saya adalah cemplung-cemplung semua di lubang biopori.
Namun saya baru saja punya
mainan baru nih. Dengan begini saya bisa menghasilkan pupuk cair juga.
Konservasi Energi
Masalah energi ini yang
sepertinya cukup berat yaaa. Kalau sekedar menghemat listrik dan menggunakan
alat elektronik yang diklam ramah lingkungan sih gampang, tapi untuk bisa
menghaslkan energi listrik sendiri ini yang sulit.
Untuk memasak, kita masih
bisa membuat instalasi biogas dari septic tank, tapi apakah ini cukup?
Jelantah sebagai sumber energi terbarukan |
Saya mampu untuk membuat
biogas, biodiesel, bioetanol, mengolah limbah dan sebagainya. Tapi kalau untuk
dikonversi menjadi energi bagi rumah tangga rasanya perlu modal yang besar. Mimpi
saya adalah bisa membuat instalasi komunal sehingga lebih efektif dan efisien. Jadi
jangan sampai mau hidup ramah lingkungan tapi malah banyak menghasilkan limbah
dan mengonsumsi bahan-bahan seperti panel surya dan lain-lain dimana terdapat
material-material tak ramah lingkungan juga di dalamnya. Dengan membuat instalasi
berskala lebih besar, hal-hal semacam ini bisa lebih bisa diminimalisasi.
Baca juga: Turbin Air, Indikator Desa Mandiri Energi Listrik
Baca juga: Turbin Air, Indikator Desa Mandiri Energi Listrik
Woah menyenangkan jadi bisa sharing dengan tetangga juga yah :3 jadi ingin begitu juga nanti hemat banyak hal juga
ReplyDeleteWoah menyenangkan jadi bisa sharing dengan tetangga juga yah :3 jadi ingin begitu juga nanti hemat banyak hal juga
ReplyDeleteSambil jaga silaturahmi juga yakan?
DeleteWah keren Mbak. Pas di Depok aku juga nanam kangkung dan bayam sendiri. Kangkungnya panen, bayam belum. Daun bawang jga panen. Sayang kompos aku belum tahu cara bkinnya
ReplyDeleteSekarang udah tau belum mbak? Kalau bannyak yg belum tau nanti aku bikin postingan
DeleteMba ini Topikny menarik banget,aku tertarik deh buat tau banyak soal mainan baru mba tadi, gimana bikinnya hehehe..
ReplyDeleteDi postingan teepisah kali ya boleh juga dibeberkan. Itu ember dilubangi lalu dikasih paralon
DeleteKeren ini demi bumi yang lebih baik. Saya juga sekarang sudah beralih ke sedotan alumunium, biar sedotan plastik berkurang.
ReplyDeleteYeaayy keren! Kalau saya tim kokop bae hihi
Deletekerennya euy.... aku masih sangat jauh dari orang yang peduli sama alam. masih suka dimarahin suami karena hobi nyobek kertas, masih betah nulis di buku tulis. Nanem? Pernah nyoba dan selalu ga tumbuh sehat.
ReplyDeleteTanemannya kurang perhatian dan kasih sayang kali mbak hihi
DeleteKonsep homesteady ini menarik sekali. Harus cs-an sama tetangga sekitar ya. Bagus bgt buat dipraktikkin. Mudah dan murah pula.
ReplyDeleteIya, masih relevan walau tinggal di perumahan. Mana yg bisa dilakukan aja g peelu muluk2
DeleteKalau Ayahku di rumah ada kolam ikan, bisa dikonsumsi juga sih.
ReplyDeleteKalau Ibu, nanam kelor. Jadi kalo pengen sayur kelor, ya tinggal petik
Nah nanti kalo punya rumah sendiri, aku juga pengen menanam juga. Ya minimal tomat, cabe, seledri, atau lainnya. Btw, kira-kira kalau ditanam di halam depan rumah, aman gak ya? Yang rumah-rumah sejenis KPR itu loh mbak. Yang belum ada pagarnya
Aman dr tetangga maksudnya mbak? Hihi makanya dikomunikasikan kamu nanam ini aku nanam itu, jadi nanti kita bisa bagi2
DeleteIni cita cita ku. Serius. Aku pingin rumahku yg di cibinong itu halaman depan untuk kebun toga Dan sayur mayur. Halaman belakang bisa memelihara ayam atau bikin kolam ikan. Krn rumah ortuku ya begitu..
ReplyDeleteTapi sayang skrg masih harus tinggal di rumah Jakarta yang halaman nya pun udah bukan tanah lagi. Jd halaman rumah dicibinong blm bisa dimanfaatkan.
Wah di cibinonh luas yaaa halamannya. Kalau di aku hanya ada halaman depan 1,5*2 mefer, belakang 5*2 plus buat jemur pakaian hahaha
DeleteSaya tuh punya cita-cita punya halaman yang agak luas. Supaya bisa menanam buah, bunga atau tanaman obat gitu. Rasanya pengen ikut serta menjaga bumi juga hehehe
ReplyDeleteIyaaaa asyiikkkkkkkk kalau punya semuanya di rumah yah
DeleteKeren keren...
ReplyDeleteAku juga pingin bikin kompos sendiri di rumah dengan membuat bio-pori di rumah.
Kebetulan ada halaman kecil.
Baru rencana...semoga segera terwujud.
Aamiin.
Yeay! Kompos lewat biopori adalah yg paling murah dan mudah. Cocok juga buat yg malas atau sibuk
DeletePenjelasan Homesteady detail, jadi nambah wawasan tentang homestteady ini.
ReplyDeleteYg bisa saya cerna, konsep, gagasan atau apapun itu yang disebut Homesteady adalah bagaimana kita memiliki ketahanan pangan dengan tetap menjaga bumi ini.
Yeay! Semuanya de rumah ya mak
Deletepengin deh coba di rumah tapi apa daya waktunya susah banget huhuhu kalo libur maunya bobo2 aja gituuuuu
ReplyDeleteAsliiii kalau pas ketemu mageernya nyeret badan aja susah
Delete