Gentle birth, suatu kondisi giving birth yang
nyaman, lembut dan bebas trauma menjadi idaman saya. Perempuan yang bahkan
belum berpikir untuk hamil bahkan melahirkan, breastfeeding, baby sitting, etc.
Seperti saya ceritakan di awal, saya takut, stress sekaligus bahagia
mendapatkan anugerah sebagai perempuan hamil.
Saya sudah memutuskan bahwa saya akan menikmati masa-masa yang kata orang istimewa.
Ask for help, when you need it. Itu kunci yang benar-benar saya pegang teguh.
Talk about it. Tak hanya dengan suami tapi dengan perempuan lain yang
sudah atau sedang mengalaminya. Beruntung di circle saya memang sedang banyak
perempuan hamil. Kawan di kampus, blogger, adik kelas, teman SMA, tapi kondisi
mereka enggak seperti saya. Meski HB bilang bahwa apa yang kami alami ini
adalah salah satu upaya Tuhan mendidik sekaligus menghapus dosa-dosa di masa
lalu, tapi saya juga sedih.
Belum usai dengan proses penerimaan kehamilan,
di sisi lain saya juga harus menyiapkan masa postpartum. Walau kadang rasanya
sudah mempersiapkan semuanya, tapi kok masih merasakan kesedihan, kecemasan,
ketakutan.
Sejak awal kehamilan saya sudah belajar. Belajar
menerima, yang paling penting. Saya belajar dari internet, dari mana pun karena
saya enggak mendapatkan edukasi dari tenaga kesehatan. Edukasi yang saya
butuhkan lebih kepada edukasi jiwa, mempersiapkan mental saya. Sedangkan yang
diberikan oleh dokter adalah keterangan-keterangan medis yang saya juga bisa dapat
dari website-website, cerita parenting orang-orang, bahkan jurnal ilmiah. Saya
butuh lebih dari itu, ketenangan jiwa. Apalagi dari bidan yang saya datangi,
saya harus menuntut hak saya berkali-kali.
Saya bercerita kepada Ashtra Haloibu yang
kebetulan saat itu sedang hamil juga. Saya bercerita dengan Bidan Yessi, saya
mengikuti mereka, mengikuti Ibu Lanny, Ibu Robin hingga saya merasa sangat
butuh bantuan mereka. Lalu saya merasa sedih karena saya tidak mendapatkan
fasilitas pelayanan seperti yang mereka berikan. Saya sedih dan amat kecewa.
Penelusuran saya di dunia maya membuahkan
sedikit hasil. Ternyata di Kota Metro ada yang namanya klinik JnC besutan Bidan
Tri. Saya kontak beliau, waktu itu saya sudah masuk trimester kedua dan sudah
dalam kondisi plasenta previa. Saya seperti sedang berada di titik terpalung.
Saya enggak mungkin pergi ke Metro untuk
berkonsultasi dengan beliau. Rasanya Metro sangat jauh saya tembus dalam
kondisi perut saya yang sering sakit. Malah beresiko saya pikir. Setelah beberapa
lama, Bidan Tri merekomendasikan rekannya, Bidan Nidia yang membuka Klinik
Krakatau di Kemiling.
Tanpa berpikir panjang saya langsung cari tahu
tentang Klinik Krakatau dan Bidan Nidia. Ternyata di kliniknya terdapat paket
lengkap mulai dari spa maternity hingga yoga. Saya berterima kasih kepada Tuhan
atas jawaban yang diberikan.
Saya langsung kontak Bidan Nidia. Bidan muda itu
merespon dengan sangat baik. Sayangnya waktu itu sempat saya lihat beliau
sedang umroh, maka saya menahan diri untuk konsultasi.
Saya membuat janji untuk berkunjung ke
kliniknya. Tapi untuk kondisi saya, klinik Krakatau pun masih terlampau jauh.
Saya enggak kuat menghadapi kemacetan jalanan. Saya pun menyerah, terlebih ada
beberapa alasan yang membuat pertemuan kami harus tertunda.
Lalu saya mau apa kalau sudah ketemu
beliau?
Saya sendiri bingung saya mau apa. Kehamilan
saya sudah masuk trimester ketiga dan saya terlalu lemah untuk berlatih atau
menerima treatment. Apalagi ternyata saya enggak boleh ikut yoga. Lalu saya harus
apa? Acupuncture? Dimana? Kemana lagi saya harus mencari terapisnya? Dan
terlebih saya sudah merasa tak ada waktu untuk mengubah kondisi. Saya menyerah.
Tubuh saya makin lemah, gampang capek dan
ngosngosan level berjalan dari kamar ke dapur, atau berdiri sejenak mencuci
piring bekas makan sendiri. Iya, selemah itu. Belum lagi napas yang
ngos-ngosan. Padahal HB selalu melatih saya untuk belly breathing tapi saya
lagi-lagi pasrah. Bahkan untuk ruku' dan sujud sejenak pun di kepala saya
rasanya seperti penuh dengan darah. Berat. Hingga akhirnya mual. Saya enggak
tau saya harus gimana lagi.
Di sela waktu-waktu meditasi, saya
berkontemplasi. Acceptance,
bukankah itu kuncinya?
Saya akhirnya menerima bahwa beginilah kondisi
saya. Ketika daya upaya sudah enggak bisa lagi kami lakukan ya berarti kami
tinggal tawakal. Lagian, dalam kondisi tubuh selemah ini mungkinkah saya masih
bisa melakukan vaginal birth kalau kelak ada keajaiban plasentanya bergeser ke
posisi normal? Rasanya enggak. Bahkan tenaga pun saya udah enggak punya,
olahraga bahkan memperbanyak jalan kaki pun enggak bisa. Berarti ya sudah
terima saja rencana Tuhan. Bahwa operasi adalah jalan terbaik untuk
mempertemukan saya dan bayi mungil saya di dunia. Operasi yang tentu saja dalam
kondisi gentle, nyaman, dan minim trauma.
Saya memang enggak pernah mengerdilkan C.
Section sebagai salah satu metode kelahiran kelas kacangan. Saya hanya takut.
Ah, entahlah. Hidup saya penuh ketakutan.
Dalam kondisi saya dan HB yang sudah pasrah itu,
Bidan Nidiarini mengajak saya bertemu pada 6 Juli lalu. Bukan di klinik, tapi
di Oops Pujasera. Tempat yang unik untuk sebuah konsultasi prenatal. Unik,
berisik, tapi nyatanya enggak mengurangi esensi saya dalam mengeluarkan segala
rasa, dan beliau dalam memberikan kekuatan dan dukungan.
Mungkin Tuhan memang menakdirkan kami bertemu di
saat detik-detik terakhir saya menantikan kelahiran. Tapi justru pertemuan
itulah yang memberikan sumbangan kekuatan yang begitu besar kepada saya.
Kekuatan untuk percaya kepada rencana indah Tuhan sekaligus memberdayakan diri
di tengah injury time.
Saya bersyukur pernah bertemu dengan Bidan
Nidiarini. Berbekal Young Living Oil, diffuser, dan audio relaksasi dari
beliau, semoga menjadi modal dan energi tambahan bagi saya untuk memberdayakan
diri.
Saya sangat berharap untuk selalu bisa bertemu
lagi dengan beliau. Bertemu lagi dengan beliau artinya saya masih diberikan
kesempatan oleh Tuhan menjalani masa-masa postpartum yang entah bakal seperti
apa lagi roller coaster nya. Modal kami saat ini adalah percaya pada rencana
Tuhan. Yakin bahwa Tuhan akan melancarkan proses kelahiran putra pertama kami,
proses kelahiran saya sebagai Ibu dan proses kelahiran HB sebagai ayah dengan
segala perubahan sekaligus berkat yang mengikutinya.
Affirmasi saya yang pasti saat ini adalah:
Be gentle to yourself, its a process, your
trying little by little to adapt. Its ok! -Ashtra-
Bismillah, insyaallah akan dimudahkan, aamiin
ReplyDeleteSemngat ya Rin :), semoga selalu diberi kekuatan dan kesehatan ya untukmu dan baby in the belly ^^
ReplyDeleteMasya Alloh, mbak, luar biasa sekali ceritanya. Beruntung mbak menemukan sosok bidan yang bisa menjadi sahabat ibu. Semoga aman, lancar2 semuanya yaaa. Sehat ibu dan bayi. Subhanalloh
ReplyDeleteAcceptance, able to adapt to whatever condition 💪😊
ReplyDelete