Belakangan ini heboh makin heboh wacana lama tentang rencana pemindahan Ibu Kota dari Jakarta Indonesia ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Selama ini saya tinggal di Lampung. Di Sumatera. Meski pernah tiga tahun tinggal di Jogja, tapi kehidupan saya lebih banyak di Lampung.
Selama ini, dengan adanya Ibu Kota Negara di Jakarta seluruh pulau Jawa mengalami dampak dari masifnya pembangunan. Baik pembangunan manusia maupun infrastruktur. Sementara ketimpangan terjadi d daerah lain, di pulau-pulau besar yang lain apalagi di daerah 3T.
Pemindahan Ibu Kota suatu negara bukanlah hal baru lagi. Saat ini pemerintah Indonesia belajar dari pengalaman di masa lalu, yaitu berpindahnya Ibu Kota Negara Indonesia dari Yogyakarta, Bukit Tinggi sampai ke Biereun, Aceh. Saat itu presiden Soekarno melakukannya dengan alasan keamanan.
Kondisi Jakarta saat ini sudah sangat sesak. Kemacetan dimana-mana. Tentunya hal ini mengakibatkan produktivitas ekonomi terganggu. Bahkan fatalnya ambualance pun serasa tak punya ruang gerak di tengah situasi yang darurat.
Rencana pemindahan Ibu Kota ke Palangkaraya sepertinya telah dipertimbangkan matang-matang. Potensi sumberdaya alam dan manusia yang semuanya telah tersedia di Palangkaraya dan sekitarnya sangat memungkinkan Pulau Kalimantan berkembang pesat.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) terus mengkaji rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta. Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro memastikan, pemindahan tersebut akan dilakukan ke luar Pulau Jawa. Apalgi ditunjang dengan sistem teknologi informasi yang telah berkembang, akan memudahkan pemerintah menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik (e-government). Sistem pemerintahan yang serba online tentunya mempunyai dampak positif. Salah satunya penghematan APBN.
Pertumbuhan gedung-gedung pemerintah di lokasi yang baru tentunya akan mendorong pertumbuhan dan geiat ekonomi di lokasi tersebut. Kota dan propinsi akan jadi pusat pertumbuhan baru. Dari sisi pertahanan, saat ini Indonesia masih cenderung terpusat di Pulau Jawa. Pemindahan Ibu Kota tentunya akan meringankan beban Jawa baik secara sosial maupun ekonomi.
Saya pikir, efek positif dari pemindahan ibukota ke Palangkaraya tentunya akan berjalan perlahan dan mulai stabil bahkan bergerak linear jika proses pembangunan dan penyiapan sudah selesai. Sementara saat prosesnya pemindahan ini tentu akan membebani APBN. Selain itu, tidak sedikit proses opersional yang terganggu apalagi soal pengarsipan dokumen.
Perubahan
sosio-kultural pastinya juga akan menjadi keniscayaan. Budaya masyarakat Kalimantan
yang berbeda dengan masyarakat Jawa mengharuskan para pihak untuk beradaptasi
lagi. Tapi konon Palangkaraya memang telah disiapkan sebagai ibu kota negara oleh
Presiden Soekarno. Hal ini terlihat dari banyaknya bundaran-bundaran besar di
jalanan di Kota Palangkaraya.
Di pelajaran
IPS ketika saya duduk di bangku SD, Pulau Kalimantan tercatat sebagai pulau
yang terbesar dan terluas di Indonesia. Nyatanya, Kalimantan mempunyai luas
tiga kali daripada pulau Jawa. Hal ini tentu menguntungkan untuk penyusunan
rencana pembangunan ke depan.
Kalimantan
juga tidak memiliki gunung api sehingga kecil kemungkinan untuk terjadi bencana
gunung meletus atau gempa vulkanik seperti di Pulau Jawa. Namun Kalimantan menyimpan
kekayaan alam yang teronggok di perut buminya, dikeruk besar-besaran dan
diboyong ke Pulau Jawa hasilnya untuk modal pembangunan bangsa. Sementara yang
tertinggal dan diterima oleh Kalimantan hanya sekian persen saja.
Sisa-sisa
penambangan yang sudah tidak produktif lagi ditinggalkan begitu saja. Kayu-kayu
gelondongan kualitas istimewa pun disikat habis. Hutan dibabat kemudian
dditinggalkan seperti kacang lupa pada kulitnya. Pemulihan Kalimantan tidak
bisa serta merta seperti membalikkan telapak tangan. Setidaknya, jika sudah
menjadi ibukota negara, Kalimantan akan menerima sedikit perhatian lebih.
Sama halnya
dengan di Lampung yang hanya selompatan 25 menit pesawat terbang dari
Cengkareng. Posisi kami sangat dekat dengan Jakarta, tapi merupakan provinsi
termiskin ketiga di Sumatera. Jalanan hanya berupa batu yang disiram sedikit
aspal. Beda dengan jalanan di Pulau Jawa yang mulus bahkan tak bergelmbang. Jalanan
di Provins kami justru bisa jad kubangan bahkan kolam lele.
Kekayaan
alam kami tak kurang-kurang. Hutan belukar saat ini sudah dibelah dengan alasan
investasi. Investor bebas mengeruk hutan dan laut dengan dlih peningkatan taraf
ekonomi entah perekonomian siapa. Yang jalas rakyat tetap melarat dan
konglomerat makin menjerat.
Saya sangat
paham bagaimana menjadi provinsi yang kurang diperhitungkan. Mungkin kelak
setelah jadi pusat pemerintahan, Palangkaraya akan bersinar. Tak ada lagi
pengerukan liar amoral segala sumber daya. Tak ada lagi teriakan berisi umpatan
dari para pekerja di perusahaan-perusahaan yang tak ramah lingkungan dan sosial
yang memeras tenaga mereka di sana. Ketimpangan sosial dan ekonomi akan semakin
kecil rasionya bahkan syukur-syukur hilang.
Gimana ya jadinya kalo beneran ibu kota dipindah? :'D
ReplyDeleteThankk you for sharing
ReplyDelete