“If you
want 1 year prosperity, grow a grain. If you want 10 year prosperity, grow a
tree. If you want 100 year prosperity, grow people.”- Anonim
Ada yang tau siapa pencetus quote itu?
Terus apa hubungannya dengan tulisan ini? Ada, liat aja nanti.
Sebelum lanjut, saya pernah menuliskan masalah ketimpangan di bagian lain. Silakan baca dulu dengan klik link ini: Perayaan Hari Bumi di Kampung Konservasi
Tahun 2016 lalu, ketimpangan sosial di
Lampung tinggi banget. Miliarder makin kaya, yang miskin ya makin merana. Nggak
heran begal merajalela. Tapi good newsnya di tahun ini ternyata Sang Gubernur
Ridho Ficardo mendapatkan pujian gara-gara ketimpangan ekonomi di Lampung
semakin rendah.
Hal ini emang bener banget karena
ternyata ketimpangan sosial secara nasional juga mulai membaik. Untuk mengatasi
gap itu pemerintah meluncurkan sebuah program besar yaitu Kebijakan Ekonomi
Berkeadilan. Ini merupakan implementasi konkret dari Pancasaila terutama yang
ketiga dan kelima. Tak lain agar persatuan Indonesia semakin erat dan
terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kebijakan ini lebih pada upaya
meningkatkan equity (permodalan) masyarakat golongan ekonomi lemah agar mereka
mendapat kesempatan untuk meningkatkan kapasitas serta memperbaiki kualitas
hidupnya. Nggak heran dong ya sekarang dimana-mana lagi marak itu yang namanya
KUR alias Kredit Usaha Rakyat. Bank juga berlomba ngasih kredit dengan bunga
sangat murah. Event-event yang menumbuhkembangkan wirausahawan baru juga
semakin marak.
Seperti yang pernah saya baca di koran
harian lokal, Pemerintah Provinsi Lampung pada 2017, membuka transportasi darat
masyarakat di lima kabupaten yakni Lampung Barat, Pesisir Barat, Tulangbawang,
Tulangbawang Barat, dan Mesuji. Akses itu dibuka lewat angkutan perintis dengan
tarif terjangkau. sesuai Nawa Cita Presiden Joko Widodo dimana negara hadir di
tengah masyarakat, angkutan perintis adalah bentuk kehadiran itu. Ini sekaligus
memperkuat konektivitas antarwilayah, memperkecil ketimpangan, dan kesenjangan
sosial di bidang transportasi. Transportasi itu urat nadi pembangunan. Kalau
urat nadinya jalan, denyut kehidupan akan ikut bergairah. Otomatis, potensi
ekonomi bisa dioptimalkan. Harga komoditas tentu akan naik, jika
transportasinya lancar. Ini yang menjadi fokus kami, agar angkutan perintis
menjadi ujung tombak sekaligus sebagai public service obligation pemerintah.
Sejalan dengan itu di tingkatan nasional
Presiden juga menggarap dan membangun mulai dari daerah pinggiran, dari desa,
dan dari perbatasan. Menurut Presiden, di beberapa tempat milik Indonesia
kondisinya sudah jauh lebih baik ketimbang milik negara tetangga. Pembangunan
airport, bandara, jalan trans Kalimantan, Papua, jalan tol dari mulai Lampung
menuju Aceh akan kita lakukan agar ekonomi kita semakin baik dan rakyat kita
semakin sejahtera. Semoga dalam implementasinya juga dilaksanakan sebaik
mungkin di tingkatan bawah sehingga nggak terjadi lagi ganti rugi lahan untuk
tol di bawah harga tanahnya seperti beberapa waktu lalu hingga masuk ke
persidangan.
Kebijakan Ekonomi Berkeadilan ini
mencakup tiga area pokok, yakni kebijakan berbasis lahan, kebijakan berbasis
kesempatan, dan kebijakan berbasis peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia
(SDM).
Kebijakan berbasis lahan meliputi reforma
agraria, pertanian, perkebunan, masyarakat miskin kota (urban poor), nelayan
dan budidaya rumput laut. Sedangkan kebijakan berbasis kesempatan meliputi
sistem pajak berkeadilan, manufaktur dan ICT, ritel dan pasar, pembiayaan dan
anggaran pemerintah. Berikutnya kebijakan berbasis peningkatan kualitas SDM
meliputi vokasi, kewirausahaan (entrepreunership) dan pasar tenaga kerja. Kalau
dilihat secara kasat mata sih program ini menyeluruh ya. Ada di semua lini
kehidupan masyarakat kita mulai dari penggarap lahan, petani, sampai wirausaha.
Penguasaan Lahan Berlebihan
Indonesia adalah negara agraris yang
mempunyai penduduk terbesar keempat di dunia. Jika dihitung berdasarkan kawasan
non hutan saja, kepadatan penduduk di Indonesia menempati peringkat ke-2 dunia
dengan tingkat kepadatan penduduk 4,26 jiwa/hektar. Indonesia hanya berada di
bawah India sebagai negara paling padat penduduknya dengan tingkat kepadatan
5,78 jiwa/hektar.
Jawa merupakan pulau terpadat (56%
penduduk Indonesia tinggal di Jawa), tersubur, teririgasi, sekaligus motor
perekonomian Republik Indonesia. Namun, Jawa juga adalah pulau paling besar
jumlah penduduk termiskinnya.
Selama ini, penguasaan lahan secara
berlebihan oleh pihak-pihak tertentu menyebabkan terjadinya ketimpangan. Karena
itu pemerintah akan melakukan pendataan terhadap kepemilikan lahan, land bank,
izin yang dimiliki maupun kebun yang sudah ditanami di sektor perkebunan di
seluruh Indonesia. Paralel, pemerintah akan merumuskan kebijakan pengembangan
dan peremajaan kebun rakyat secara bertahap.
Baca juga: Realita Hutan Tanaman Rakyat
Di Lampung, konsesi hutan kebanyakan
diberikan kepada perusahaan atau perusahaan yang menjelma menjadi koperasi. Ironis
memang. Nyatanya lahan tersebut sudah sejak puluhan tahun diduduki oleh
masyarakat dan masyarakat telah melakukan pengelolaan lahan yang lestari. Namun,
alih-alih diberikan izin agar tak lagi disebut perambah, mereka justru harus
menerima kenyataan bahwa konsesi justru diberikan kepada pihak lain dengan
segala konsekuensi yang ada.
Menurut data Bappenas, dari 8 komoditas
perkebunan, 7 komoditas menguasai 52% lahan perkebunan dan menghidupi 15,5 juta
jiwa, namun hanya memiliki nilai tambah kurang dari 30%. Penyerapan tenaga
kerja pada 7 komoditas perkebunan ini pun relatif mandeg, sehingga pemerintah
memandang perlu menetapkan kebijakan untuk mendorong peranan swasta, khususnya
di luar komoditas kelapa sawit. Saya sepakat kalau perkebunan kelapa sawit ini
segera diberikan regulasi yang tegas.
Terkait luasannya, manajemennya,
teknologi, karyawan, dan kewajiban-kewajiban perkebunan kelapa sawit terhadap
lingkungan dan juga sosialnya. Produk sawit yang sampai ke tangan masyarakat
harus jelas bahwa produk tersebut diproduksi dan didistribusikan dengan
memenuhi azas keadilan baik secara lingkungan maupun sosial.
Capital Gain Tax
Salah satu alat yang paling efektif untuk
menerapkan Kebijakan Ekonomi Berkeadilan adalah melalui sistem perpajakan.
Pajak progresif terhadap pihak yang memiliki aset, modal kuat dan profit yang
besar sangat diperlukan sebagai sumber pembiayaan kebijakan afirmatif untuk
membantu pihak yang lebih lemah.
Kebijakan di bidang perpajakan seharusnya
tegas diberikan. Hal ini juga penting untuk mengantisipasi angka kendaraan yang
semakin hari semakin tak terbendung lagi.
Baca juga: Selesaikan Masalah Transportasi dari Hulu
Selama ini ada kecenderungan pajak
transaksi yang dibayar oleh pembeli maupun penjual tanah cenderung lebih rendah
dari pajak yang seharusnya dibayar dari nilai transaksi sebenarnya. Untuk itu,
pemerintah akan mengubah sistem transaksi yang mengacu pada NJOP menjadi
capital gain tax. Akan ada disinsentif melalui unutilized asset tax untuk
mencegah spekulasi tanah maupun pembangunan properti yang tidak dimanfaatkan.
Pemerintah juga akan mencegah tergerusnya
peranan warung-warung, toko dan pasar tradisional, dari ancaman pasar/toko
modern bermodal kuat. Hal ini dapat tercapai dengan meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui skema koperasi yang mempunyai kemampuan manajemen dan daya
saing tangguh (korporatisasi koperasi).
Job Matching
Selama ini Indonesia banyak mendidik
calon tenaga kerja, baik melalui sistem pendidikan akademis maupun jalur
vokasional. Faktanya, banyak lowongan kerja tidak terisi karena tidak cocoknya
keahlian para lulusan tersebut. Di sinilah perlunya job matching antara pasar
tenaga kerja dengan skill (keterampilan) atau pendidikan ketrampilan yang
dibutuhkan. Apalagi banyak jenis pekerjaan yang ada pada saat sekarang akan
menjadi tidak relvan karena perkembangan zaman. Sementara pekerjaan di masa
depan belum terdefinisikan pada saat ini.
Tidak heran jika pada saat tracer study,
alumni yang satu almamater dengan saya memiliki pekerjaan yang beragam. Mulai dari yang sesuai khittahnya bekerja di
industri, pegawai bank, wartawan hingga sastrawan.
Menjadi sesuatu yang pelik jika kita
bicara tentang teknologi karena teknologi belum bisa diramalkan saat sekarang
ini. Masyarakat juga harus mengubah mindset dari semata-mata mengejar gelar
akademis, menjadi masyarakat yang menghargai keahlian profesi.
Maka benar bahwa senjata yang paling
ampuh dalam menghadapi ketimpangan sosial adalah peningkatan sumber daya manusia
melalui pendidikan. Pendidikan yang layak dan berkelanjutan. Jika semua warga
teredukasi dengan baik, dia akan menemukan arah hidupnya sendiri. Tak perlu
bergantung ke sana ke sini. Jika masyarakat berwawasan luas dan terbuka, tak
akan ada lagi hoax di antara kita. Tak ada lagi alasan tingginya ketimpangan
sosial adalah penyebab dari kriminalitas hingga konflik antar ras.
Referensi:
www.bappenas.go.id
www.djkn.kemenkeu.go.id
Nawa cita presiden memang sangat mulia.tapi penerapannya dengan nawa cita nya bagaikan langit dan bumi.saya menyoroti kehidupan para buruh di PTPN 7, hasilnya...implementasi undang2 tenaga kerja sangat jauh api dari panggang.lalu, seperti apakah kebijakan itu sebenarnya ? Apakah sebatas himbauan, atau memang di tekankan penerapannya ?
ReplyDeleteSalam jurnalis...
Iya, di atas saya juga bilang bahwa komoditas perkebunsn kits tidak adil secara lingkungsn dan sosial. Ini salah satu maksudnya bahwa law enforcement terhadap perusahaan nakal sekalipun itu BUMN masih lemah
DeleteKalau di Aceh ketimpangan ekonomi masih sangat tinggi mbak, sempga dengan adanya gubernur baru semua bisa teratasi
ReplyDeleteSemoga segalanya jadi lebih baik ya
Deletesetidaknya kualitas pendidikan kita perlu ditingkatkan jugaa,tau sendiri lah gimana sekarang
ReplyDelete