Foto: Ardi |
Sebanyak
72 juta masyarakat Indonesia belum memiliki akses air minum bersih dan 96 juta
orang belum mempunyai akses sanitasi yang layak. Urusan jamban bukan sekedar
pemilihan model leher angsa duduk atau jongkok. Lebih dari itu masyarakat masih
harus dievaluasi lebih jauh lagi terkait penyediaan jamban sehat bagi
keberlanjutan kehidupan mereka yang lebih sehat pula. Ada yang memang sudah
punya jamban, tapijaraknya hanya semeter dari sumber air. Tidak jarang ada juga
yang tidak menyediakan septik tank tapi justru dibuang langsung ke kolam atau
sungai. Ada juga yang punya septic tank tapi terbuka. Hal ini membuktikan bahwa
konsep jamban sehat belum benar-benar diterima oleh masyarakat.
Baca juga: Mengatasi Ketimpangan Sosial dengan Kebijakan Ekonomi Berkeadilan
Sebuah
fakta mencengangkan terungkap pada kegiatan “Orientasi Media dan Blogger
terkait sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)” yang digelar di Hotel Inna
Eight Selasa, (16/5). Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah India
dalam hal Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Provinsi Lampung merupakan salah
satunya. Perilaku BABS bukan hanya berhubungan dengan kesehatan dan pencemaran
lingkungan tapi juga keselamatan. Hal ini terbukti dengan adanya kasus balita
yang tewas mengambang di salah satu jamban terbuka berukuran sekitaran satu
meter di Ambarawa, Kabupaten Pringsewu.
Nyatanya
saya dan teman-teman melihat sendiri bukti bahwa toileting atau menggunakan jamban untuk BAB adalah bagian dari culture, local content. Jamban bukan
melulu soal kesejahteraan masyarakat. Bukan berarti masyarakat pengguna WC
cemplung berarti masyarakat miskin. Hal ini kami saksikan langsung di Pekon
Bumiayu Kabupaten Pringsewu bahwa di
sebuah rumah yang megah, besar berlantai keramik dan sebagian keramik justru
tetap memilih menggunakan WC cemplung di atas kolam dengan ukuran kurang dari
dua meter persegi. Wc tersebut berjarak sekitar delapan meter dari rumah dan
letak rumah tersebut sekiranya 50 meter dari Kantor Kepala Pekon (desa). Miris.
Pringsewu sebagai Percontohan Daerah Bebas BABS
Data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung
Tahun 2015
menunjukkan bahwa 40,3% penduduk Provinsi Lampung masih
berperilaku BABS. Sementara Data Dinas Kesehatan Pringsewu tahun 2015, 30% Masyarakat
kabupaten Pringsewu masih berperilaku BABS.Penyakit yang berbasis lingkungan
seperti ISPA, diare, cacingan, Polio, DBD masih menduduki 5 besar angka
kejadian penyakit di kabupaten Pringsewu.
Awal bulan
lalu sempat datang perwakilan dari delapan negara guna mempelajari kesuksesan
Kabupaten Pringsewu dalam mengatasi masalah BABS. Perwakilan degara tersebut
Kamboja, Nepal, Bhutan, Kenya, Zambia, Rwanda, Ethiopia, dan lndonesia. Di
sana, program STBM didukung dengan Peraturan Bupati Pringsewu
No.37/2016 tentang Percepatan pencapaian akses universal sanitasi
Kabupaten Pringsewu.
Saat
ini 22 Pekon yang terdiri atas 12. 488 KK di
Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu telah dinyatakan terbebas dari
perilaku
BABS. Karena itu, masyarakat dan
jajaran aparat Kecamatan Pagelaran bersama Bupati Pringsewu mengadakan Deklarasi
Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) pada tanggal 18 Mei 2017 bertempat di
lapangan Gemah Ripah, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu. Tujuan diadakannya deklarasi desa SBS/ODF adalah untuk memberikan apresiasi
dan pengakuan atas usaha masyarakat kecamatan Pagelaran yang telah berhasil
membuat kecamatan ODF dan agar dapat terus menjaga wilayahnya tetap SBS/ODF dan
mengajak masyarakat untuk melanjutkan melakukan perubahan perilaku hidup bersih
dan sehat.
Masyarakat Pringsewu dengan kerjakerasnya bangkit dari perilaku tak sehat.
Dengan adanya jihad sanitasi dan Paguyuban Jamban Sewu, mereka telah mampu
membnagun jamban secara swadaya dengan dikelola oleh BUMDes. Kemandirian
seperti ini memang sangat layak diapresiasi karena perubahan perilaku yang
datang atas kesadaran sendiri akan berdampak lebih nyata dan berkelanjutan.
Jamban Sehat Bagi Difabel dan Lansia
Bukan hanya jamban sehat bagi
masyarakat normal saja yang dibangun oleh Paguyuban Jamban Sewu. Mereka juga
membangun jamban bagi orang yang berkebutuhan khusus. Penyandang disabilitas,
membutuhkan tools, yang mungkin tidak dibutuhkan oleh mereka yang kondisi
fisiknya normal-normal saja sehingga butuh jamban berbeda bagi kaum difabel dan
lansia.
Bertemu Mbah Kadis (Foto: Hermawan) |
Kami sempat mengunjungi salah satu
warga yang mendapatkan bantuan jamban sehat dari Paguyuban Jamban Sewu. Namanya
Mbah Kadis. Pria berusia 70 tahun ini hidup sebatang kara di atas tanah
pinjaman dari Pak Kadus. Dia tinggal di Dusun II Pekon Candiretno Kecamatan
Pagelaran. Sejak sepuluh tahun silam kaki kirinya diamputasi karena menderita
penyakit gatal. Sejak saat itu dia berperilaku BABS. Dia terbiasa membuang
kotoran dimana saja bahkan di dalam kantong kresek yang kemudian dia buang ke
sungai di samping rumahnya.
Dia melalui Kementerian Sosial
dibangunkan rumah seluas kurang lebih 4x5m2 lengkap beserta dapur
dan jamban. Mbah Kadis mendapatkan supply air bersih dan listrik dari
tetangganya. Untuk urusan makan pun biasanya MbaH Kadis mendapatkan kiriman
dari para tetangga. Meski demikian dia tidak tinggal diam. Dia mencari uang
dengan membuat layang-layang yang dijual Rp. 5000 hingga menganyam bilah bambu
menjadi kursi. Hidup seorang diri di desa yang ramah sosial mungkin tak terlalu
sulit bagi Mbah Kadis. Namun bagaimana dengan penyediaan fasilitas bagi para
difabel di perkotaan atau di tempat umum?
Ketentuan mengenai jamban yang ramah bagi penyandang disabilitas, diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Peraturan ini memberikan acuan secara teknis perencanaan dan pelaksanaan serta pemanfaatan bangunan gedung dan lingkungan yang aksesibel bagi semua, termasuk penyandang cacat dan lansia. Sudah seharusnya jika fasilitas bagi kaum difabel dibangun dan dirawat sebagaimana seharusnya.
Ketentuan mengenai jamban yang ramah bagi penyandang disabilitas, diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Peraturan ini memberikan acuan secara teknis perencanaan dan pelaksanaan serta pemanfaatan bangunan gedung dan lingkungan yang aksesibel bagi semua, termasuk penyandang cacat dan lansia. Sudah seharusnya jika fasilitas bagi kaum difabel dibangun dan dirawat sebagaimana seharusnya.
Target Bappenas 100 Persen Bebas BABS
Pada 2018, Indonesia menargetkan
pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 - 6,1 persen. Untuk mendorong pencapaian target
tersebut, pemerintah berupaya untuk berinvestasi secara selektif dan
memfasilitasi kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Enam sektor utama
yang memiliki sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan adalah industri
pengolahan (terutama nonmigas), informasi dan komunikasi, pertanian,
konstruksi, jasa keuangan, dan perdagangan.
Sementara itu, tiga sektor prioritas yang
akan ditingkatkan perannya terhadap pertumbuhan dan penciptaan lapangan
pekerjaan adalah industri pengolahan, pariwisata, dan pertanian. Konsumsi dan
investasi juga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, dengan kebutuhan
investasi sebesar 5.191,5 - 5.293,7 triliun rupiah. Pemerintah pusat juga
memastikan pentingnya kontribusi daerah untuk mendorong pertubuhan ekonomi.
Namun bagaimana mencapai target tersebut jika dalam hal sanitasi saja masih
sangat buruk di negeri ini? Mengunggulkan sektor pariwisati, sibuk promosi
dengan dana milyaran tapi kalau ada turis datang tidak ada fasilitas BAB yang
layak dan sehat. Bagaimana mau maju dalam hal pengolahan pangan jika masyarakat
belum paham kualitas pangan dan kesehatan dalam konteks STBM?
Jamban sehat bagi Difabel (Foto: Hermawan) |
Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan telah merancang target,
agar kebutuhan infrastruktur dasar seperti sanitasi dan listrik dapat terpenuhi
pada 2019 mendatang. salah satu bentuk program perlindungan sosial yang akan
dilakukan pemerintah untuk melindungi masyarakat miskin akibat kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi adalah dengan membangun infrastruktur
dasar. pembangunan infrastruktur dasar ini sudah termasuk ke dalam program
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang telah disiapkan pemerintah.
Armida mengatakan, total anggaran yang diusulkan pemerintah untuk pembangunan
infrastruktur dasar ini adalah Rp6 triliun. Hal itu meliputi air bersih,
sanitasi, rasio elektrifikasi, dan lainnya.
Bappenas
tidak bekerja sendiri, melainkan dibantu oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU)
untuk merealisasikan program pembangunan infrastruktur dasar ini. Armida pun
mengatakan, agar program ini bisa cepat terealisasi, maka masing masing
kementerian harus segera mengisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Target
akses universal 100 persen akses air minum, 0 persen pemukiman kumah, dan 100
persen akses sanitasi. Seperti saya
kutip dari Republika.co.id bahwa proyek sanitasi meliputi Denpasar Sewerage,
pembangunan infrastruktur air limbah di Solo, Pekan Baru, dan Makasar. Jadi
perlu komitmen pemerintah daerah juga dalam pembangunan air minum dan sanitasi.
Demi
menyukseskan semua program pelayanan dasar, dibutuhkan banyak sumber pendanaan.
Tak hanya dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), melainkan dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), swasta, Bank Usaha Milik Negara
(BUMN), dan Private Public Partnership (PPP). Berdasarkan tingkat kinerja
infrastruktur yang diperlukan untuk mencapai posisi negara berpendapatan
menengah pada 2025, maka kebutuhan investasi infrastruktur pada 2015-2019
mencapai Rp 4.796,2 triliun. Diharapkan pendanaan tersebut bisa didapat dari
BUMN 22,2 persen, yakni Rp 1.066,2 triliun, lalu APBN serta APBD 41,3 persen
yaitu sebanyak Rp 1.978,6 triliun, dan partisipasi swasta 36,5 persen jumlahnya
sebesar Rp 1.751,5 triliun.
Dikutip
dari finansial.bisnis.com, capaian akses air minum di Indonesia baru mencapai
70,97% dan sanitasi 62,16% pada 2015. Semoga saja di 2017 ini sudah ada
peningkatan dan di 2018 bisa 100 bebas BABS. Jadi nggak perlu nunggu sampai
2019 seperti target pemerintah. Dan masyarakat kalau bisa secara swadaya
memperbaiki fasilitas sanitasi yang juga kenapa tidak? Tak usah menunggu
giliran disentuh oleh APBD atau APBN selama kita masih bisa mandiri. Toh membangun
jamban sehat ternyata tidak mahal kok. Belajar saja dari Kabupaten Pringsewu.
Programnya keren, Semoga makin banyak kurang mampu dan difabel terbantu
ReplyDeleteAamiin. Semoga menginspirasi
Deleteanjrit salah fokus liat toilet jongkok segede gaban.. buat raksasa itu ya
ReplyDeleteKalo ngeliat aslinya lebih anjrit
DeleteAku tercengan bacanya, Mbak. Hmm Indonesia menjadi negara terbesar kedua dalam hal BABS. Ditengah perkembangan teknologi yang seperti sekarang ini tapi justru hal penting masalah buang air masih terlupakan di daerah-daerah. Semoga lewat program ini, masyarakat akan lebih peduli lagi ya. Penting buat kesehatan juga kan.
ReplyDeleteYoi, dan faktanya sangat dekat dg kita
DeleteDi sekitar kecamatnku juga masih ada yang BABS mbk, emang tempat tinggal deket sama sungai besar yang airnya kadang banjir pas musim hujan. Miris sebenere, tapi, jika bukan tanpa kesadaran sendiri2 dan disadarkan akan kebiasaan itu, mungkin akan sulit. Lagipula bagus juga sih program pemerintah, supaya masyarakat juga bisa terhindar dari berbagai macam penyakit,..
ReplyDeleteTFS mbak ^_^
Harus mulai dr rumah segala edukasinya
Deletedi desa saya anak-anak tidak jarang suka BABS daripada di jamban. nggak cuci tangan lagi!
ReplyDeleteSerem. Efeknya bisa keedil mbak
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteDisini pun banyak yang BABS kebanyakan di sungai-sungai sih. Padahal juga termasuk kota meskipun kota kecil Tapi entah mengapa kesadaran masyarakatnya masih rendah...
ReplyDeleteDi bandar Lampung kota pun ada
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteWah keren, semoga bisa segera terwujud ya. Kerjasama masyarakat dan pemerintah penting banget nich
ReplyDeleteYoi kak. Kita peelu juga kampanyekan
DeleteBABS ini emang PR bagi Indonesia. Di kampung2 di Flores ini masih banyak yang BABS..
ReplyDeleteKeren programnya semoga sanpe ke Floress jugaa
This comment has been removed by the author.
DeleteNTB sih keknya yg udah kak ajen
DeleteIya betul nih, semacam aturan memakai helm bagi pengendara motor, pembikinan jamban di tiap keluarga terkadang dianggap remeh. Seperti hal yg terjadi di rumah saya pun begitu, belum tersedianya jamban itu karena alasan "toh ada sungai dan kolam ikan" jadi seolah2 urusan jamban itu bisa dinomorduakan. Padahal soal jamban itu merupakan salah satu unsur terciptanya sanitasi lingkungan yg bersih, serta mampu mencegah tersebarnya bakteri e-coli ke Sumber air bersih, dan mencegah wabah kolera dan diare..
ReplyDeleteSeharusnya sedari Dini, anjuran tiap keluarga memiliki jamban sudah disosialisasikan di tiap desa melalui posyandu maupun lembaga2 desa yg lainnya
Betul syekaleeeeee
DeleteWah bagus juga nih programnya. Di medan juga masih banyak kampung yang belum pada punya jamban mba.. jadi kalau bab ya ke sungai hehe..
ReplyDeleteAwalnya saya kira peingsewu ini nama rumah makan loh hehee
Jadi ingat waktu makan2 di restoran Pringsewu. Jadi makin kangen blogers jogjes 😋😋
DeleteJadi ingat awal aku nikah KR kampung suami, susah cari kamar mandi gang bersih, huhu.... Sekarang udah mulai banyak. Semoga kerjasama ini terus berjalan ya
ReplyDeleteTerus waktu itu mbak naqi ee dimana? #dibahas
Deleteaku malah ngeliatin protupe jamban raksasa itu kira kira yang menggunakan sebesar apa dan kira kira yang dikeluarkan segeda apa. upssss.... maaf aku salah fokus hihihihihi
ReplyDeleteItu Kira2 buat Hulk kak
DeleteProgram sederhana,namun sangat bagus dan sesuai kebutuhan masyarakat sekitar. Semoga target suksesnya program ini bisa tercapai dengan kerjasama pemerintah dan masyarakat!
ReplyDeleteNGK yg paling berperan
Deletewaw ini patut diacungi jempol programnya!
ReplyDeletesmg bs tergerak sampai ke daerah lainnya ya.
WC buat difabel dan lansia jarang ada lho, salut!
Iya, di RS aja toilet buat org sakit kadang nggak mumpuni
DeleteKaget juga Indonesia peringkat kedua BABS di dunia. Tapi, bahkan di kota besar seperti Bandung, di pinggiran, kita masih mungkin ngeliat perilaku begini.
ReplyDeleteDan untuk jamban difabel, em, bahkan daerah modern pun masih banyak yang ga peduli
Di tengah kota pun banyak nyatanya
DeleteSaluy buat Pringsewu bisa jadi contoh daerah lain agar lebih mengutamakan lagi maslah kesehatan salahsatunya dgn cara membuat jamban, krna salah satu faktor datangnya penyakit. Semoga daerah lain bisa terinspirasi juga
ReplyDeleteSemoga. Vantu kampanyenya dongs kak 😁
Deletekalo ngebahas tentang BABs, aku jadi ingat kampungku mbak. di rumahku di kampung itu ada irigasi kecil yang airnya ngalir desar karena berasal dari sungai. nah disitu ada jamban. tapi alhamdulillah sekarang udah ga ada lagi tapi di sepanjang aliran irigasi itu, ada puluhan jamban yang didirikan warga. mereka ogah bab di toilet yang sesuai dengan sanitasi
ReplyDeleteJadi ada jamban terpanjang yaaaa 😂😂
DeleteAmazing yaa...
ReplyDeleteKita hidup di kota yang serba canggih dan modern.
Tapi di daerah yang masih belum terjamah teknologi, kehidupannya pun masih sangat sederhana dan bahkan kurang pengetahuan mengenai sanitasi.
Subhanallah.
Semoga gerakan-gerakan ini bisa menyebar hingga pelosok negeri.
Betul, bahkan yg sederhana semudah cuci tangan pakai sabun pun sulit
DeletePasti sangat sulit ya menggerakan kegiatan tersebut. Tp saya doakan semoga berhasil menjalankan program kerja sama dan masuk ke pelosok dewa untuk melakukan program tersebut
ReplyDeleteDewa sesembahan di pelosok gitu? Wkwkwkwkwk typo
DeleteYa Allah baru tahu ternyata BABS di Indonesia masih sebesar ini. Itu yang jamban cemplung di kolam itu ada ikannya? Tetiba jadi bayangin yang nggak2 :(
ReplyDeleteYoi, ikannya jadi cepet gede loh. Greget
DeleteSuka banget sama program2 seperti ini. Semoga segera menyebar ke desa-desa lain di seluruh Indonesia. Karena kesehatan suatu bangsa ditentukan juga oleh pola hidup bersih warganya.
ReplyDeleteSemoga ya maknon. Aamiin
DeleteSemoga Program strategis ini bisa terealisaikan, demi Kesehatan dan masa depan Rakyat.
ReplyDeleteIndonesia Bebas BABS 2019
Demi keberlanjutan indonesia
Delete