RGHBJourney #8: Sang Pemutus (Tentang Hari Baik)
Tuesday, March 28, 2017
Di RGHBJourney #6 pernah saya ceritakan bahwa saya sangat membanggakan keluarga HB dan keluarga saya yang sangat mengutamakan rukun ketimbang tradisi. Ya, udah benerlah. Dan kami udah pernah menyepakati tanggal pernikahan yaitu di tanggal cantik 1717. Selain itu adalah hari sabtu, pada tanggal itu udah nggak terlalu dekat lagi dengan lebaran. Jadi hecticnya beda.
Kemarin sore saya nangis-nangis lantaran ditelpon Ibu kalau Pakde saya, salah satu Kakaknya Ibu mengubah tanggal yang telah disepakati tanpa sepengetahuan saya. Saya geram bukan kepalang. Bukan, bukan sekedar karena dia mengatur hari penting saya. Tapi lebih geram karena alasannya adalah bahwa hari Sabtu adalah hari meninggalnya Mbah Kakung, jadi nggak baik. #failed
Saya sedih banget dan nggak bisa berhenti nangis sampe ketiduran di tengah malam. Saya sedih kenapa keluarga besar saya justru masih berupaya untuk merontokkan prinsip yang selama ini saya bangun. Saya sedih ternyata mereka masih belum bisa hidup dengan logika.
Saya sangat bersyukur punya orang tua seperti Bapak dan Ibu saya, pun keluarga HB. Mereka sudah lebih maju pemikirannya sekaligus mendukung prinsip saya. Bahwa bahagia adalah kita yang tentukan.
So, saya mengambil kesimpulan bahwa saya tetap harus mengganti tanggal demi menghormati beliau. Demi membahagiakan orangtua saya juga. Tapi saya tetap nggak akan menuruti tanggal yang diajukan oleh beliau. Saya nggak mau hari penting saya dicampuri oleh hal-hal nggak logis, apalagi mistis.
The truth is, yang membuat suatu hari itu menjadi hari buruk atau hari sial or whatever you named it adalah prasangkamu sendiri. Hitung-hitunganmu yang membuat alam semesta berkonspirasi dan membuat apa yang kamu pikirkan terjadi.
Saya sebel karena beliau mendeteksi hari buruk ada dalam hidup saya sedangkan saya sudah mati-matian meyakinkan diri dan semesta bahwa semua hari adalah baik. Mengatur hidup saya tanpa sepengetahuan saya apakah tindakan terpuji? Semua itu bergantung gimana kita menjalaninya. Jadi jangan pernah ada pikiran bahwa hari tertentu itu buruk, semua rahmat Tuhan adalah baik, kita manusia hanya harus bisa mengelolanya sedemikian rupa sehingga itu membawa manfaat bagi diri kita dan sekitar.
Prinsip saya runtuh, tapi saya hanya butuh another reason why I can't take that date. Selain alasan nggak masuk akal dan merugikan pikiran itu, saya butuh alasan lain. Misalnya di Hari Sabtu itu adalah hari pasaran di kampung saya, jadi jalanan bakal macet dan rame banget. Atau di hari sabtu itu adalah puncak arus balik, jadi keluarga HB takut kena macet di jalanan. Apapun yang masuk logika saya.
Kata Bapak Ibu saya terserah. Lha kalau terserah kenapa musti mengiyakan beliau. -______- Kata adek saya, tanggal yang disepakati udah bener. Kata Devia, go ahead dengan kesepakatan awal aja, meski dia juga nggak menampik kalau saya nurut aja takut ada apa-apa di kemudian hari. Ya itu, kalau ada apa-apa yang karena ada pikiran jelek itu tadi. Udah terdoktrin otaknya. Sementara masukan paling superb datang dari Mbak Yuli, as always.
Kalau saya menurut aja tanpa memberikan alasan, pasti ke depan akan ada peristiwa seperti ini lagi. Saya nggak bermaksud membangkang, tapi saya berusaha untuk membuka pikiran. Jangan sampai hal begini terulang lagi. Repot kalau semua harus dihitung ina-inu-ina-inu. Harapannya, saya yang terakhir jadi korban.
Saya bertekad bahwa saya harus jadi Sang Pemutus sehingga nggak akan ada lagi hoax diantara kita. Sehingga generasi ke depan bisa lebih berpikir dengan logika positif. Yang jangan pake logika adalah sesuatu tentang Tuhan. Bisa gila kamu kalau berpikirnya pakai logika. LOL.
Belum sempat saya mengutarakan tawaran, Ibu udah nelpon sebelum maghrib tadi. Ibu bilang, kata Pakde nggak apa-apa karena itu Mbah Kakung, kalo Mbah Putri baru agak bermasalah. Terus kata Ibu lagi dulu Ibu juga pernah dengar dari entah siapa, bahwa yang penting masa sedekahan sampai hari ke sekian itu udah selesai.
Saya dan Ibu terkekeh, masak nggak adil antara perlakuan terhadap alm. Mbah Kakung dan Mbah Putri. Kalian jahad!
Hingga akhirnya diputuskan hitungan Pakde yang mengalah. Karena memang sudah seharusnya begitu. Jangan menghancurkan hari karena prasangka kita karena Tuhan itu berdasarkan prasangka hambanya. Itulah pentingnya selalu berpikir positif. You are what you think.
Lalu Ibu bicara tentang teman Bapak yang mau nyumbang organ tunggal yang langsung saya jawab: NO. Dan adik saya juga nggak setuju. Apalagi HB. Kalau mau nyewa band sekalian mah nggak masalah. Atau penyanyi beneran yang pake alat musik macem-macem. LOL.
Alhamdulillah, semoga berita baik ini pun menjadi doa bahwa ke depannya kehidupan kami akan baik-baik saja. Bahagia seperti yang senantiasa kita harapkan. Saya pun bahagia mendengar tawa renyah Ibu di seberang telepon sana.
Belakangan saya tau kalau sahabat saya selama ini dipersulit dengan hitung-hitungan semacam ini. Calon istrinya harus lahir di hari rabu kliwon atau kamis pon. Setelah itu nanti akan ada hitung-hitungan lagi. Ketemunya nanti kode-kode untuk 'dadi (jadi)', 'jodo (jodoh)', 'padu (berantem)', 'pegat (bercerai)'. Setelah itu ada hitung-hitungan lagi kalau memang jodoh, sang calon pengantin harus melakukan apa-apa untuk menolak bala. Belum lagi soal suku yang nggak boleh suku ini atau itu. Subhanallah ya. Ternyata itu yang membuat sahabat saya kesulitan selama ini dan dia baru bilang ke saya.
So, you better try to make sure to your big family not to interrupt anything bullshit. Universe conspiracy will make your day always be good day if you want it, trust me, God willing!
loading..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Setuju mbak, semua hari adalah baik. Semuanya akan berjalan lancar jika kita bersikap positif dan yg terpenting adl doa mohon kelancaran acara juga dlm berumah tangga.
ReplyDeleteAamiin. Yeaaaaay! Tos dulu, Mbak!
Delete