Vegetable
salad original dari Indonesia atau commonly we call: PECEL, sebenarnya asalnya
dari daerah mana sih? Ada yang tahu? Entah darimana dan siapa yang awalnya
meracik kenikmatan dari kencur, bawang, cabai, dibalut gula merah ditambah
pekatnya kacang tanah goreng ini nyatanya mampu diterima di lidah seluruh
bangsa Indonesia.
Baca juga: Mi Pangsit Ubi Cilembu, Menikmati Mi Tanpa Rasa Bersalah
Buktinya,
saya ke Padang nemu Pecel. Ke Pariaman nemu pecel. Ke Kalimantan ada juga
pecel. Apalagi di Jogja yang mana hampir setiap hari saya sarapan pecel
diselingi soto atau sekedar nasi urap setiap hari.
Orang
yang suka makan pecel dan aneka variannya seperti lotek, ketoprak, gado-gado,
dan karedok artinya juga turut membudayakan pangan lokal sehat. Pasalnya
nutrisi dalam pecel komplit banget. Karbohidrat utama ada pada lontong,
ketupat, atau nasi yang biasa jadi pelengkap. Belum lagi dari kacang tanah dan
gula merahnya. Serat dan aneka mineral sudah pasti ada di dalam aneka sayuran.
Belum lagi kalau pecelnya ditambah dengan wortel, kecombrang yang sudah pasti
melengkapi kandungan vitamin dalam pecel yang kita makan. Suka merasa mulas
kalau habis makan pecel nggak? Artinya pencernaan jadi lancar, nggak perlu lagi
pencahar.
Karena
pecel merupakan warisan luhur kuliner bangsa kita, makanya ingredient-nya pun
cukup banyak kita dapatkan di lingkungan sekitar. Di supermarket, di pasar, di
tukang sayur keliling, bahkan di kebun sempit di sekitar rumah kita. Wah dengan
makan pecel, kita juga berarti telah membantu petani dan pedagang lokal.
Apalagi kalau kita menanam sendiri sayuran yang dipakai sebagai bahan baku
pecel, sudah pasti terjamin kualitas dan keamanan pangannya.
Kalau
di Jogja ada warung SGPC yang konon telah ada sejak awal berdirinya Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, yang sekarang eksis di seputaran
Selokan Mataram, Klebengan, di Kota Kalianda Kabupaten Lampung Selatan yang
mungil juga ada pecel legendaris yang telah eksis sejak 1986.
Namanya
Warung Pecel Sudi Mampir. Kekhasan Warung Pecel Sudi Mampir ini adalah selalu
berpindah-pindah tempat tapi berputar-putar di Kalianda Bawah aja. Beberapa
bulan lalu pindah di ruko kanan jalan sebelum MM Pamungkas. Tiga bulanan yang
lalu pindah di pinggir jalan seberangnya. Sekarang sudah pindah lagi di ruko nggak
jauh dari warung tendanya dulu. Nggak
heran kalau di bannernya tertulis “Warung Pecel Pindah di Sini.”
Perkenalan
saya dengan warung pecel ini dimulai sejak saya duduk di bangku SMA. Ketika itu
saya sering diajak makan pecel. Tapi memang mahal. Dulu saya nggak akan makan
pecel ini kalau nggak ditraktir. #ShameOnMe
Menurut
cerita si Ibu penjualnya yang saya lupa namanya siapa, beliau dan suaminya
mulai berjualan sejak jaman Pak Dulhadi masih jadi Bupati Lampung Selatan. Katanya
tahun 1983, anak keduanya lahir kemudian setelah anaknya agak besar baru berjualan.
Waktu itu harganya Rp. 200 kalau nggak salah. Sekarang harga seporsi pecelnya sudah
Rp. 18.000.
Kalau
teman-teman kebiasaan makannya sedikit, mending beli satu untuk berdua. Lumayan
kan jadi sum-sumannya Rp. 9.000. Porsinya emang banyak banget.
Saya
sendiri merasa nggak ada resep rahasia dari pecel Sudi Mampir ini. Bumbunya
biasa saja. Cuma yang beda adalah komposisi pecelnya. Pecel Sudi Mampir sangat
lengkap, selain ada sayuran hijau, pepaya, taoge, kerupuk, dan mentimun ada
juga kentang, tempe, tahu, dan bawang goreng. Menurut Si Ibu, komposisi ini
nggak pernah berubah sejak beliau pertama kali berjualan.
Saya nggak pernah bisa tahan dengan aroma bumbu pecel yang baru saja diuleg.
Segar. Aroma kencur yang berpadu dengan cabai aja udah menggoda, apalagi
ditambah kacang tanah goreng yang semakin menguar aromanya kalau sedang diulek.
Belum lagi setelah disiram air asam, citarasanya semakin komplit menggoda
hidung dan menyampaikan pesan nafsu kepada otak yang diteruskan ke perut.
Yang
menjadi daya tarik adalah keramahan pasangan suami istri pengelola warung pecel
ini. Mereka betah diajak ngobrol dan selalu menebarkan senyum bahkan tawa.
Kalau misalnya Si Ibu lagi ngulek pecel, kemudian ada pelanggan yang bayar dan
siap pergi, Si Ibu akan berhenti dan berpaling kepada sang pelanggan untuk
sekedar mengucapkan terimakasih dan memberikan senyum terbaik.
Keramahan
itu pulalah yang menyebabkan pelanggannya selalu setia dan senantiasa kembali
lagi. Selain memang rasa dan aroma pecelnya nggak perlu diragukan lagi. Enak
banget pecelnya! Adik saya aja pada ketagihan kalau pulang sekolah beli pecel
itu, apalagi kalau setelah berlelah-lelah di lapangan futsal. Satu porsi bisa
dilibas sendiri. Hehe.
Kalo penjualnya ramah, kita jadi kayak punya ikatan batin yg bikin pengen balik lagi ya Mbak. Kadang bagiku, rasa itu sama sama aja sih satu depot dg yg lain, yg beda itu treatment penjualnya :)
ReplyDeleteBetul, Mbak. Service excellent first :)
DeleteThis is a great post thankss
ReplyDelete