Sempat
bingung ketika saya ditanya tentang ulang tahun yang paling berkesan. Saya
persis nggak pernah merayakan hari lahir seperti kebanyakan orang. Nggak ada
kue tart, balon dan teman-teman yang berpesta. Mungkin sebatas kado atau
makanan sederhana yang agak spesial di rumah di hari lahir saya. Iya, saya
lebih suka menyebutnya ‘hari lahir’ ketimbang ‘ulang tahun’ yang menurut saya salah secara harfiah.
Pernah di
hari lahir saya yang keenam belas, saya mendapatkan kejutan yang belum bisa
saya lupakan sampai sekarang. Bukan karena meriahnya pesta atau riuh rendah
tawa teman-teman yang gemas-gemas remaja. Itu justru menjadi peringatan hari
lahir yang paling mengerikan bagi saya.
Beberapa
hari sebelumnya saya sering mendapat teror lewat SMS dan telepon di hape Nokia
3310 saya. Teror itu nggak kenal waktu. Nggak di rumah, nggak di sekolah saya
kerap mendapatkan SMS dari seseorang yang mengaku sebagai pengagum rahasia.
Awalnya saya abaikan, karena memang waktu itu sedang musim saling mengerjai
orang. Maklum, generasi kami yang sedang labil mungkin gegar teknologi.
“Nda, bisa kita ketemu?” kira-kira begitu bunyi SMS yang saya dapat sehari sebelum hari lahir saya sebelas tahun silam.
Antara
was-was, takut, penasaran saya meladeni SMS orang yang pakai kartu XL Jempol,
yang biaya SMS-nya paling murah waktu itu.
Keesokan
harinya kami janjian ketemu di ruang UKS karena saya memang pegang kunci UKS
yang juga jadi sekretariat PMR di sekolah kami. Kami janjian ketemu di jam
istirahat pertama. Sejak pagi dada saya bergemuruh, hihi lucu waktu itu antara
takut dan senang mau ada yang ngajak ketemuan.
Ruang UKS
saya buka sejak pagi karena ada siswa yang sakit dan harus istirahat di sana.
Saya nggak bisa konsentrasi di pelajaran matematika yang diampu oleh wali kelas
kami yang terkenal sebagai guru paling killer
sekalipun. Saya gagal menata perasaan saya yang penasaran sekaligus sebal
karena teman-teman melupakan hari besar saya.
Biasanya,
malam-malam sebelumnya saya sudah dapat SMS dan telpon ucapan selamat yang
bertubi-tubi. Pagi-pagi sebelum pelajaran dimulai, harusnya mereka sudah
menyambut saya dengan kado-kado atau paling enggak sekedar ucapan selamat. Tapi
hari itu sepertinya mereka benar-benar lupa. Bahkan mungkin mereka juga lupa
kalau punya sahabat dan teman seperti saya. Saya benar-benar nggak ditegur
sejak pagi. Entah apa salah saya.
Tanpa saya
sadari, saya mulai menangis. Meratapi kesedihan di hari lahir saya tanpa ada
orang-orang yang peduli. Beruntung tadi pagi kedua orangtua saya ingat kalau
hari itu adalah hari spesial bagi saya. Hingga akhirnya bel istirahat pertama
berdering melengking yang mengingatkan saya kepada janji kepada orang asing
yang mungkin lebih peduli daripada sahabat-sahabat saya sendiri.
Tiba-tiba
pengagum rahasia tak bernama itu mengirim saya SMS untuk membatalkan
pertemuannya dengan saya. Gagal kopdar! Menyebalkan. Saya yang sudah sibuk
deg-degan dari hari kemarin harus mengecap pahitnya penantian. Terdengar lebay
mungkin, tapi bagi seorang yang terkucilkan dari lingkungannya sejak pagi
seperti saya kondisi seperti itu bisa jadi sangat menyedihkan.
Akhirnya
sang pengagum rahasia menyuruh saya untuk mengambil sebuah kotak di atas lemari
obat di ruang UKS. Dia menaruh sesuatu di sana. Entah apa. Tanpa berpikir
panjang saya pun segera menuju ke sana, berharap sesuatu yang spesial yang
mungkin bisa menyembuhkan kesedihan saya di hari yang seharusnya bahagia.
Memasuki
ruang UKS, mata saya langsung tertuju kepada kotak berlapis kertas kado berwarna
biru. Nggak ketinggalan, gambarnya beruang Teddy berwarna coklat yang tampak
sangat menarik dan mempu menyunggingkan senyum bagi saya. Hidung saya kembang
kempis demi menahan bahagia. Dada saya bergemuruh demi rasa penasaran yang
semakin membara.
Karena ada
yang sedang beristirahat di ruang UKS, saya membawa kotak biru itu ke mushola.
Pelan-pelan saya meletakkan kotak itu di atas lemari buku di mushola. Bel tanda
waktu istirahat berakhir mulai berdering. Saya urung membuka kotak itu seperti
pesan sang pengagum rahasia yang menyuruh saya membukanya ketika saya
sendirian. Saya berniat membukanya di jam istirahat terakhir. Saya harus
bergegas menuju mushola sebelum siswa lainnya ke mushola untuk sholat dzuhur.
Seperti
rencana, saya yang masih merasa nggak dipedulikan oleh sahabat-sahabat saya
segera berlari ke mushola di jam istirahat terakhir. Saya membuka kotak biru
itu perlahan-lahan. Seketika dada saya semakin berdegup kencang karena isi
kotak itu sama sekali tidak sesuai dengan harapan saya. Ulat bulu lengkap
dengan dedaunan dan kotorannya bertengger santai di dalam kotak yang saya pikir
berisi sesuatu yang menyenangkan. Seketika saya melemparkan kotak itu sejauh
mungkin sambil berteriak tanpa suara dan menangis terisak. Saya marah,
sekaligus malu dan kecewa.
Nggak
berselang lama, sahabat-sahabat saya datang dengan wajah super ceria.
Wajah-wajah keberhasilan, kemenangan yang tiada tara terpancar dari mata
mereka. Saya marah. Saya biarkan mereka tertawa lepas dan menyangka saya sangat
menyukai kejutan itu. Saya sangat marah dan tak peduli dengan keberadaan
mereka.
Empat
tahun sebelumnya...
Pernah ada
kawan SMP yang luar biasa nakalnya mengejar-ngejar saya dengan membawa ulat
bulu di tangannya. Saya lari keliling sekolah sampai lemas dan nggak mampu lagi
berteriak. Sejak itulah saya jadi sangat takut dengan binatang yang justru bisa
bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang sangat cantik.
Bahkan
saya pun nggak berani untuk sekedar melihat gambar-gambar ulat bulu. Semua
orang tau. Teman-teman saya tau kalau saya sangat benci dengan ulat bulu. Benci
setengah mati. Dan saya juga benci mereka yang justru tertawa bahagia melihat
saya yang nyaris mati ketakutan dengan kejutan ulat bulu di hari lahir saya.
Melihat
saya marah luar biasa, mereka mengadu kepada kakak tingkat kami yang sudah saya
anggap sebagai abang saya sendiri. Abang yang waktu itu memang sudah lulus
menelepon saya dan meminta maaf. Ternyata, ini adalah rencana sahabat-sahabat
saya, Five Sisters yang bekerja sama dengan abang dari jarak jauh. Sang
pengagum rahasia itu adalah Kak Suci yang rela membeli nomor henpon baru demi
mengerjai saya.
Saya
berupaya terlihat marah di hadapan mereka berhari-hari. Saya menunjukkan
kekecewaan yang malu sekaligus takut karena ulah mereka. Padahal sejujurnya,
saya sangat bahagia mereka ingin agar saya nggak takut lagi dengan ulat bulu.
Saya sangat bahagia mereka ternyata sudah menyiapkan hadiah novel Dear Miss
Blue dan boneka beruang berwarna biru. Saya sangat bangga mempunyai sahabat
seperti mereka yang ingin membantu saya keluar dari trauma.
Buat
kalian, jangan pernah punya ‘niat baik’ seperti mereka. Nanti yang ada malah
makin trauma. Upaya persuasif perlahan tapi pasti justru lebih mengena. Trust me!
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog ulang tahun ke lima Warung Blogger
Hahahahhahahaha..... aduh.... iseng yg tidak iseng. Kebayang deh... aslinya sudah tidak marah tapi jaim. @_@
ReplyDeleteMaluuu doong udah dikerjain hihi
Deleteweleh2 dikerjain sama ulat bulu
ReplyDeleteihikkk... jadi geli nih kak hhheee
Geli dan malu.LOL
Delete