Judul
Buku :
Ayah
Penulis : Andrea Hirata
Penyunting :
Imam Risdiyanto
Perancang
Sampul : Andreas Kusumahadi
Pemeriksa
aksara : Intan dan Fitriana
Penata
Aksara : Martin Buczer dan Tri
Raharjo
Jumlah
halaman : xx + 412
ISBN : 978 602 291 102 9
Tahun
Terbit : Cetakan Pertama, Mei
2015
Penerbit : Bentang Pustaka
Biarkan
aku mati dalam keharuman cintamu- Puisi Sabari untuk Marlena.
Sinopsis
Tak ada yang dapat
dipahaminya, telapak tangannya adalah anak-anak sungai yang tak tentu mana hulu
mana hilirnya. Sabari terombang-ambig di riaknya, timbul, tenggelam. Dibekapnya
pensil itu, bunga-bunga ilalang beterbangan dalam dadanya.
Seekor kucing berbulu hitam,
tetapi telah berubah menjadi abu-abu, karena suka tidur di tungku, melompat ke
pangkuannya. Kucing yang telah berjanji pada dirinya sendiri, untuk ikut Sabari
sampai ajal menjemput, juga merana. Biduk rumah tangganya persis rumah tangga
Sabari, telah karam. Marleni, istrinya, telah minggat, direbut kucing garong
dari pasar pagi Tanjong Pandan yang tak tahu adat.
Bentuk rumah Sabari macam
orang kesepian, bongkok, mau tumpah, kurang percaya diri. Sebatang pohon delima
di pojok kanan pekarangan ikut-ikutan kesepian. Mereka, termasuk pohon delima
itu, rindu pada Marlena, Marleni, dan terutama, Zorro.
Marlena, oh, Marlena,
perempuan yang telah membuat Sabari senewen karena kasmaran. Cinta pertamanya,
belahan jiwanya, segala-galanya. Sayang seribu sayang, tak sedikit pun Lena
mengacuhkannya. Gambar-gambar hitam putih, karena sudah lama tentu saja, silih
berganti melayang dalam kepala lelaki lugu yang melankolis itu.
Sabari gelisah, lalu kecewa,
lalu menderita. Tentu, kemudian khalayak ramai tak habis pikir melihat seorang
lelaki hanya terpaku pada satu perempuan, tak dapat dibelok-belokkan ke
perempuan lain, seolah dunia ini hanya selebar saputangan Lena.
Pertanyaannya sekarang,
bagaimana mulanya sehingga Sabari tergila-gila kepada Lena?
Isi
Novel Ayah
berkisah tentang sosok Amiru yang menurut pengakuan Andrea adalah curhatan dari
kisah temannya. Jadi, meski berangkat dari kisah nyata, novel-novel Andrea
selalu dibumbui dengan imajinasi. Dan selain menyisipkan pesan pada novelnya,
Andrea juga ingin membuat pembacanya bahagia.
Ini bukan sekedar tentang
roman picisan orang-orang gila yang telah tertutup akal sehatnya. Bukan hanya
kisah Sabari yang mengejar-ngejar Lena sampai terlena dengan dirinya.
Mengorbankan apapun demi Lena, melakukan apapun dan bahagia meski hanya mampu
melihat sandal jepit Lena.
Seperti
biasa, Andrea Hirata selalu bercerita tentang kampungnya. Berkisah tentang
warung-warung kopi dan kebiasaan para penambang timah. Dalam buku ini, Andrea
tidak lagi bicara tentang Gantong, bukan sekedar Tanjong Pandan. Pembaca
diperkenalkan dengan Desa Belantik, kampung halaman seorang Sabari, yang
masyarakatnya hanya berkeringat ketika makan, bukan ketika bekerja. Tak heran,
masyarakatnya hidup miskin dan terbelakang. Ada lagi Desa Kelumbi, darimana Si
Cantik Marlena berasal. Andrea juga mengisahkan sedikit tentang mengembaraan
Ukun dan Tamat, sahabat setia Sabari, yang mencari Lena dari ujung Aceh hingga
ke selatan menuju Lampung, tepatnya Tanjung Karang, Krui, dan Tulang Bawang.
Sebagai
seorang penulis story teller sejati,
Andrea memang sangat memperhatikan time
and place. Berawal dari masa kecil Sabari dan kawan-kawannya di akhir
1980-an, Novel ini begitu kuat menggambarkan kondisi masyarakat hingga
teknologi yang sangat populer ketika itu. Andrea juga mengisahkan tentang
sebuah pulau kecil yang masyarakatnya sangat mencintai Lady Diana di awal
1990-an. Juga kampung yang berkabung hingga nampak seperti tak berpenghuni
lantaran sang idola diberitakan tewas dari radio dan tivi di balai desa.
Novel
yang ditulis selama enam tahun ini memang terasa lebih ‘nyastra’ dibanding
novel-novel Andrea sebelumnya. Hal ini bisa dipastikan karena Andrea telah
mendapatkan ilmu tentang sastra di IOWA, Amerika Serikat selama menulis Ayah. Andrea
memang nampak begitu fokus untuk membuat sebuah buku dengan real impact. Fiction is the new power dan Andrea sadar bahwa
bukunya bukan sekedar cinta-cintaan belaka.
Seperti booming-nya
kayak Laskar Pelangi yang bisa meningkatkan taraf hidup orang-orang Belitung,
tentu saja Andrea ingin novel kesembilannya ini memberikan sesuatu bagi
pembacanya. Andrea
sudah memikirkan itu sejak awal dia mempunyai niat untuk menulis. Bagaimana dia
membubuhkan ‘nilai’ pada line demi line, memberikan meaning behind meaning, dan dalam novelnya yang kesembilan ini
Andrea menyiratkan responsibility beings
a parents. Tentang respect, lover,
responsibility, being happy of small thing, passion, percaya pada diri,
hargai diri sendiri, dan bagaimana menikmati masa-masa pahit. Novel Ayah dapat
menghadirkan impact bagi keluarga.
Bagaimana menjadi anggota keluarga yang baik, bukan sekedar menuntut orang lain
agar orang menjadi ayah yang baik.
Konsistensi
Andrea dalam menulis buku yang ‘bernilai’ mampu melahirkan pembaca-pembaca yang
loyal. Novel Ayah telah terjual sebanyak 15.000 eksemplar dalam waktu dua jam
setelah peluncurannya, dan masuk cetakan keempat dalam tiga minggu.
No comments
Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<