Sebagai
blogger (junior) yang berlagak profesional, terkadang saya seperti
mendapat sinyal penuh keyakinan untuk menghadiri suatu undangan yang ‘berbobot’.
Di sela-sela kesibukan saya sebagai mahasiswa yang dikejar deadline, tentunya saya harus benar-benar pandai mengatur waktu.
Ceileee... udah sih kebanyakan intro! Well,
saya menghadiri undangan makan siang dari Food
and Beverage Manager Pringsewu Group. Looks
professional enough, kan? Yang ngajak makan siang aja manajer, loh. Oke,
Jadi saya pergi dengan Mbak Diba-diba Cinta Datang Kepadaku setelah selesai
berdiskusi dengan Pembimbing II. Kami menerjang polusi udara dan terik mentari
Jogja yang tepat berada di ubun-ubun.
Sesampainya
kami di Restoran Pringsewu, asap pekat menyambut kami. Saya sempat curiga dan
penasaran, siapa sebenarnya pelaku pembakaran sampah di siang bolong seperti
itu. Kalau memang pihak Pringsewu pelakunya, saya siap melakukan aksi protes
kepada pimpinannya (kalo berani).
Setelah
lumayan banyak menghirup dioxin dari sampah itu, akhirnya saya mendapatkan
fakta-fakta tentang Pringsewu Group. Fakta ini saya anggap sebagai oleh-oleh
yang paling berharga. Ilmu yang tak akan ada habisnya untuk saya terapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Terlebih jika saya berkesempatan untuk menjadi pengusaha
kelak.
1. Pringsewu
Group Raih Penghargaan Pemda Hingga Rekor Muri
Yang
membuat saya kagum sekaligus penasaran dengan Restoran Pringsewu sejak dulu
adalah iklannya. Mereka menyediakan bibit pohon gratis kepada pelanggannya yang
berminat. Iya, yang berminat aja. Nggak perlu semua pelanggan ngambil bibitnya,
tapi digeletakin gitu aja atau malah dibuang di jalan. Kejam. Dan ternyata saya
memang membuktikannya pada kunjungan ke Pringsewu yang pertama minggu lalu. Kami
diberi oleh-oleh bibit pohon. Karena saya belum sanggup merawat pohon seperti
merawat buah cinta dan ketiadaan lahan di kerajaan, maka bbibit itu saya
berikan kepada Mbak Diba. Titip berkah dari sebuah pohon nangka yang kelak
berbuah kebahagiaan. Kebahagiaan bagi bumi, juga bagi organisme dan
mikroorganisme di sekelilingnya.
Dan
Pringsewu pernah meraih SWA Award karena kepeduliannya terhadap lingkungan ini.
Mereka juga mendapatkan penghargaan dari Kementrian Kehutanan yang saat itu
masih dikomandoi oleh Pak Zulkifli dengan program satu milyar pohonnya. Berbagai
penghargaan dari Pemerintah Daerah juga berhasil diraih oleh Pringsewu. Ini
membuktikan keseriusan mereka dalam pelestarian alam, khususnya dalam menjaga
keberadaan pohon-pohon sebagai aktor vital dalam simbiosis mutualisme dengan
sesama makhluk hidup. STANDING OVATION
UNTUK PRINGSEWU!!!
Unfortunatelly, saya belum sempat memunculkan pertanyaan
tentang bagaimana mereka mengolah sampah, terlebih sampah domestik. Pasti akan
sangat menarik sekali mengetahui metode pengolahan sampah dan air di restoran
raksasa seperti Pringsewu.
Gara-gara
iklannya yang lebih mirip rambu lalu lintas di sepanjang Indramayu sampai
Rembang, mereka juga mendapatkan Rekor Muri. Kategorinya untuk iklan (or something) yang paling banyak, paling
runut, dan paling teratur. Sayangnya saya baru dua kali melakukan perjalanan
Lampung-Jogja dengan bus dan lewat jalur Pantura, jadi saya belum berkesempatan
mampir ke Pringsewu hingga menerima undangan minggu lalu.
2. BICARA
SOP BUNTUT, PRINGSEWU JAGONYA
Mempunyai
satu atau beberapa menu unggulan terkadang menjadi kekuatan bagi sebuah
perusahaan kuliner. Manajer Food and
Beverage Pringsewu Group, Bapak Heksa Aktiawan berkata,”bicara ayam, Bu
Suharti Jagonya, bicara sop buntut ya Pringsewu.” Ini sudah menjadi semacam brand image dari Pringsewu di mana Sop
Buntut dan Gurame Bakar menempati rating tertinggi
sebagai menu yang paling sering dipesan. Artinya, ini adalah menu unggulan di
sana. Dan benar saja, rasa gurame bakarnya mantap meski tidak sampai
mengucurkan keringat seperti seruit. Sop buntutnya terasa homey, jadi seperti makan di rumah. Terlebih dibarengi dengan
pelayanan super ekselen yang membuat pelanggan betah.
Setiap
tiga bulan, Pringsewu mengeluarkan menu-menu baru. Dan setiap akhir tahun,
mereka mengundang beberapa pihak untuk turut mencicipi menu yang akan di-launching pada tahun berikutnya.
3. Rotasi
Karyawan di Pringsewu Group Rendah
Keluar-masuknya
karyawan terkadang menjadi perhatian dari suatu perusahaan. Pasalnya, biaya
operasional yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dalam melatih tenaga kerja
baru dan memberikan insentif kepada karyawan yang resign juga tidak bisa dibilang sedikit jika pergantian karyawan
terjadi dalam kurun waktu yang singkat. Tapi Pringsewu seperti sudah menjadi ‘rumah’
bagi para karyawannya sehingga mereka tidak ingin pergi dan selalu merasa ingin
kembali.
Pak
Heksa, telah berada di Pringsewu selama sepuluh tahun. Karir pertamanya sendiri
bukan di Pringsewu Group melainkan di beberapa perusahaan nasional bahkan
multinasional. Prestasi kerjanya di perusahaan-perusahaan besar itu nyatanya
tidak mampu memberi kepuasan tersendiri kepada Pria yang baru berulangtahun
keempat puluh empat itu. Hingga akhirnya dia merasa betah mendedikasikan diri
di Pringsewu.
Contoh
lainnya adalah Pak Andy. Dia telah melalui jenjang karir di Pringsewu selama
tujuh belas tahun. Karirnya bahkan dimulai
dari posisi waitress yang harus
menggotong nampan hingga posisinya kini sebagai manajer.
Bu
Ani, Manajer Produksi yang selalu bereksperimen dengan menu-menu baru telah
mengabdi kepada Pringsewu selama dua puluh tahun. Wanita kelahiran tahun 1963
itu mendapat sapaan ‘make up soul’ dari rekan-rekan kerjanya karena dia selalu
bekerja dengan riang dan pembawaannya yang selalu bahagia.
Kenapa
para karyawan itu sampai begitu betah? Apakah mereka digaji dengan nominal yang
teramat besar? Simak terus ke bawah, yah!
4. Persatuan
Konco Kentel (PKK) Merajut Silaturahmi
Para
karyawan dan mantan karyawan Pringsewu Group dipertemukan dalam wadak PKK. Tidak
hanya berlaku bagi yang masih berstatus karyawan, nyatanya PKK mampu merangkul
para alumni. Bahkan guyub-nya mereka
tampak dari perhatian setiap ada salah satu anggota yang tertimpa musibah. Memberikan
bantuan untuk menghidupi anak mantan karyawan yang sudah meninggal juga menjadi
andil dari PKK. Mereka sudah seperti keluarga yang dipertemukan oleh Pringsewu.
Rasa
persaudaraan dan sense of belonging yang
tinggi antar-karyawan Pringsewu Group juga menjadi aset tak ternilai dari
perusahaan yang berencana melebarkan sayap dengan sistem franchise ini.
5. Pelanggan
yang Selalu Ingin Kembali
Tidak
hanya sekedar makan, pelanggan Pringsewu seperti meletakkan hatinya di tempat
itu. Mereka senantiasa ingin kembali, lagi dan lagi. Menurut cerita Pak Andy,
dulu sewaktu Restoran Pringsewu Jogja masih terletak di Jl. Magelang KM 5, ada
sepasang sejoli yang selalu memadu kasih di meja nomor sembilan. Seperti sudah
langganan dan merasa Pringsewu memberikan kesan tersendiri, mereka merayakan
pernikahannya di sana. Pihak Pringsewu sampai rela mempersiapkan pesta mereka
di hari terakhir sebelum kepindahan restoran itu di lokasi yang sekarang pada
2005 lalu. Pasangan itu bahkan sampai meminta kopian lagu-lagu yang selalu
menemani mereka. Wohohoho... manisnyaaaaaa.
Ada
lagi kisah serupa dari pasangan yang berasal dari Kalimantan. Mereka juga
pelanggan Pringsewu dan merayakan pesta pernikahan di sana.
Cerita
mengharukan datang dari seorang anak pengidap kanker otak yang bahkan sisa
hidupnya sudah dapat diprediksi berapa lama. Dia bersama orangtuanya berkunjung
ke Pringsewu, mendapatkan servis hiburan berupa sulap dan balon juga arena
bermain anak. Anak itu tampak sangat bahagia. Hingga beberapa waktu kemudian
dia mengajak orangtuanya untuk berkunjung lagi ke Pringsewu. Setelah kunjungan
itu, anak tersebut pergi dengan tenang bersama kenangan balon-balon dan mungkin
juga hiburan dari karyawan Pringsewu.
Seorang
pelanggan yang juga penyuplai air di Pringsewu mempunyai kebiasaan menyantap
gurame segar yang baru saja ditangkap dari air. Dia tidak pernah mau memakan
ikan yang sudah lama dipotong sebelumnya. Ikan yang disantapnya harus segar. Setelah
dia mengajak orangtuanya menyantap gurame favoritnya itu di Pringsewu, dia juga
meninggal dengan tenang.
Mereka
seperti telah menemukan candu untuk datang lagi dan lagi ke restoran itu. Pringsewu
telah menitipkan kesan untuk mereka, pelanggan-pelanggan loyal itu pun
menghadirkan kebahagiaan, kebanggaan, dan kepuasaan bagi pihak Pringsewu. Pelanggan
adalah aset terbesar bagi suatu perusahaan. Tentunya hal itu menjadi lecutan
semangat Pringsewu untuk terus meningkatkan kualitas pelayanannya.
6. Peran
CSR Bagi Pihak Eksternal dan Internal Perusahaan
Sebagai
perusahaan yang telah eksis selama dua puluh tujuh tahun dengan tujuh belas
cabang, Pringsewu tentu tidak boleh hanya memikirkan keuntungan semata. Wajar bila
Pringsewu merasa perlu memberikan kontribusi untuk tercapainya target profit-people-and-planet-nya. Bukan perlu, yang emang wajib. Harus. Nggak boleh
enggak kalo nggak mau dibilang perusahaan egois dan rakus.
Pringsewu
sering mengadakan program donor darah dengan berbaga pihak. Mereka menyediakan
hidangan bagi para pendonor secara gratis. Ada beberapa pihak dan instansi yang
sudah langganan menggelar aksi donor darah di Pringsewu.
Mereka
bahkan menyediakan makan siang bagi para petani yang mengolah sawah di belakang
areanya. Sawah merekalah yang membuat Pringsewu berani menjual diri dengan ‘Paket
Pernikahan Mewah Tepi Sawah’. Atau spot foto
yang terkesan romantis dengan simbol hati atau tulisan ‘Pringsewu’ dengan kursi
warna putih yang cantik dengan latar belakang padi menguning. Atau sekedar
suara-suara burung dan harum bulir padi yang menemani pelanggannya
bercengkarama. Meski karena sawah itu pula suasana menjadi gerah, tapi itulah
daya tarik yang ditonjolkan oleh Pringsewu Jogja.
Pringsewu
juga kerap mengadakan pelatihan-pelatihan bekerjasama dengan stakeholder. Mereka mengedukasi para
pengusaha kecil tentnag bagaimana strategi usaha di bidang kuliner, bagaimana
memproduksi makanan yang baik,dan itu semua tanpa pungutan biaya.
Tidak
hanya kepada pihak luar, Pringsewu pastinya juga memberikan kemudahan
putra-putri karyawan yang berprestasi di sekolahnya dengan beasiswa. Beasiswa
artinya memudahkan oranglain untuk terus sekolah dan merasa bertanggungjawab
untuk menjaga amanah dan melejitkan prestasi. Sebagai penerima beasiswa, saya
senantiasa bersyukur dan berterimakasih karena dengan adanya bantuan tersebut
saya bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Mungkin semangat itu pula
yang dirasakan oleh putra-putri karyawan Pringsewu Group.
Sharing is caring. Pringsewu
telah membuktikan bahwa dengan memberi, kita bisa menerima yang lebih. Apalagi berbagi
ilmu, ilmu yang akan terus menjadi sedekah jariyah yang tidak akan pernah
habis. Malah akan bertambah, terus bertambah dan berkah.
7. Penanaman
Pringsewu’s Value kepada seluruh
Karyawan
Menurut
pengakuan Pak Heksa, Pak Andy, dan Bu Ani, founding
father Pringsewu adalah seorang Buddhist
yang dermawan. Tidak hanya mengamalkan ajaran Budha yang menurut saya
sungguh sangat mulia, beliau bahkan belajar bagaimana Islam mengajarkan cinta. Meskipun
dia seorang pengikut Budha, dia masih mendengarkan ceramah Aa Gym dan Zainuddin
MZ. Adakah muslim yang mendengarkan dan mengamalkan ocehan mereka?
Dia adalah Pak
Agus yang berulang tahun delapan haris setelah Pringsewu (Ssst... Pringsewu berusia
setahun lebih tua dari saya, tapi kami sama-sama berulangtahun di tanggal 20
Agustus). Saya menyimpulkan nilai-nilai yang tertanam dalam diri para karyawan
Pringsewu adalah hasil transfer yang sangat baik dari para pendahulunya.
Bagaimana mereka mengajarkan untuk tulus melayani pelanggan, bukan dengan
senyum berpura-pura. Bukan dengan malas-malas dan berusaha sumringah di tengah
keterpaksaan kerja. Karyawan harus bekerja atas dasar cinta. Demikian juga makanan-makanan
yang dihidangkan juga telah diperlakukan dengan cinta.
Menjaga
keseimbangan dengan alam juga merupakan bukti terimakasih karena alam telah
memberikan segalanya sehingga Pringsewu tetap eksis. Dan saling memberi adalah
menanamkan keberkahan dalam setiap usaha hingga mengalirkan doa-doa sehingga
apa-apa yang kita jalani berbuah kemudahan dan keberkahan. Merasa bangga dan
bahagia karena membuat orang lain bahagia, itu juga yang selalu saya camkan
dalam kepala.
Terimakasih
atas pelajaran-pelajaran priceless yang
telah Pringsewu berikan kepada saya dan teman-teman blogger. Insyaallah ini
menjadi tonggak peringatan dan tulisan ini menjadi cambuk untuk terus
mengingatkan diri sendiri ketika dilanda kufur nikmat dan lemah.
Saya rinda lhoooo... Mas. Mbak Rere Blue Fatamorgana -_____- dan ini keceplosan. Harusnya belum boleh diterbitkan. Belum lulus dari kepala redaktur dan editor pelaksana hahaha
ReplyDelete