Aku jadi ingat Sajak Palsu karya Agus R. Sarjono yang pernah kubaca semasa SD. Sejak kunjunganku pertama kali jaman SMA dulu ke kota ini, aku mengalami banyak hal yang kusebut sebagai penipuan. Baik itu sikap ramah orang-orangnya, pedagang yang suka memaksa-maksa (meski awalnya ramah tamah), atau sikap lembut diluar tapi beda didalamnya. Yah, namanya juga mencari nafkah untuk keluarga. Kalau dalam materi kuliah S1-ku dulu ini semacam "case hardening" yang terjadi pada produk pangan. Apasih?!
Jadi seharusnya aku sudah waspada. Harusnya aku sudah siap dengan segala kemungkinannya. Termasuk tertipu oleh penjual Buku.
Sejak beberapa waktu yang lalau aku mencari buku lama dari seorang penulis ternama. Aku sangat mengagumi karya dan pola berpikirnya. Aku tahu buku yang terbit sekitar tahun 1988 itu tidak ada lagi dipasaran. Oleh karena itu, aku pasrah jika aku harus membayar mahal untuk dua buku bekas (buku itu terdiri dari dua jilid). Aku mencari via internet, aku menelepon kesana kemari dan belum mendapatkan buku tersebut.
Hingga kamis lalu aku mendapat kabar bahwa ada satu toko yang menyediakan buku yang tengah kuburu. Tanpa berpikir panjang lagi aku menghubungi toko tersebut yang ternyata berada dipusat kota. Lokasi tokonya merupakan kumpulan dari beberapa toko buku baik bekas maupun baru. Jadi aku tidak heran jika ada buku lama disana. Menurut penjualnya, buku tersebut baru dan didapatkan dari POD melalui penerbitnya.
Selepas dzuhur, aku langsung menuju kelokasi dengan menggunakan bus kota. Dari tempat tinggalku, untuk mencapai lokasi tersebut hanya butuh jalan kaki sebentar, kemudian dilanjutkan dengan bus kota. Tidak sulit mendapatkan toko yang kucari. Toko tersebut berada dijajaran toko paling depan diujung sebelah kanan. Lokasi toko yang strategis, pikirku.
Setelah memperkenalkan diri bahwa aku yang meneleponnya pagi hari itu, ia langsung memberiku dua jilid buku tersebut. Aku memintanya untuk membuka segel salah satu buku. Cover buku masih baru namun cetakannya terlihat buram. Begitu juga tulisan didalamnya. Bentuk tulisannya merupakan tulisan lama dengan banyak noda titik-titik hitam disekitar tulisan. Aku meragukan kualitas buku dengan hard cover dan pita pembatas tersebut. Apalagi POD (Print on Demand) harusnya harganya lebih mahal.
Melihatku yang ragu-ragu, sang penjual meyakinkan bahwa buku tersebut asli dan hanya dicetak terbatas untukdua buku saja. Ketika kupertanyakan mengenai kualitas tulisannya, dalihnya adalah bahwa plat untuk mencetak buku itu dipenerbitnya sudah sangat lama. Aku dengan mudahnya percaya saja dengan pernyataannya tersebut. Terlebih kemudian dia menawarkan kepadaku beberapa buku sastra yang aku tahu bagaimana kurang lebih isinya. Dia menawariku novel-novel sejarah, Wiji Tukul, dan beberapa karya Pramoedya Ananta Toer. Kupikir penjual buku itu mempunyai selera sastra yang cukup bagus.
Hal yang lebih membuatku yakin adalah ketika aku menanyakan beberapa buku lainnya, ia menjawab "Ada, tapi nggak lengkap, mbak. Kalaupun ada itu nggak ori (original, red)." Aku langsung menilai bahwa penjual buku tersebut juga mengagungkan orisinalitas buku. Lalu apa lagi yang membuatku ragu?!
Setelah tawar menawar, akhirnya aku membeli buku tersebut (dua jilid), ditambah lagi dua buku lainnya. Lumayan diskonnya, pikirku. Buku-buku lainnya tidak dibuka segelnya. Setelah minta disampul, aku tidak langsung pulang. Aku membeli novel ditempat yang berbeda, tepat dibelakang toko tadi.
Sampai dirumah, aku membuka buku lainnya yang kubeli hingga halaman belakang. Dihalaman tersebut aku menemukan adanya stempel yang difotokopi. Tentu saja aku curiga. Lantas aku mencari-cari celah apa lagi yang menguatkan bahwa buku-buku yang kubeli ini adalah buku palsu. Akhirnya aku mengumpulkan bukti tersebut. Keempat buku yang kubeli terdiri atas halaman-halaman buku yang dicetak pada kertas berkualitas sangat baik. Sebagaimana novel-novel baru kebanyakan. Kemudian aku menemukan bahwa keempat buku dengan hard cover tersebut diberi halaman pemisah dengan kertas tebal berwarna cokelat dan pita pembatas berwarna putih. Sama persis.
Sialan. Tanpa berpikir panjang, selepas ashar aku langsung berganti pakaian dan berniat menyambangi toko buku tersebut. Karena sudah sangat sore, aku khawatir toko tersebut keburu tutup sebelum aku tiba disana. Akhirnya aku mneyewa jasa ojeg untuk mengantar dan menungguiku hingga urusanku dengan pedagang bertubuh gempal dan berkulit hitam itu selesai.
Sembari mencoba tetap tenang dan menghentikan pembicaraan ketika ada konsumen, aku terus memintanya untuk mengembalikan uang yang siang tadi kuberikan.
Dia hanya berkata, "Wah, ndak bisa, mbak. Ndak bisa". Dia terus mengatakan hal itu dengan muka memelas dan tidak menjawab pertanyaanku. Dia kehabisan alasan dan seolah sudah mempersiapkan diri dengan menjawab "Tidak bisa" atau "Ndak bisa" setiap ada orang-orang semecam aku.
"kenapa ndak bisa ditukar? Bapak sudah nipu saya!". Sambil terus tawar menawar, saya berusaha menyudutkannya karena kupikir dia sudah melakukan kejahatan.
"Saya mending beli buku bekas sekalipun kondisinya sangat buruk dan harganya mahal, daripada harus beli buku palsu kayak gini, Pak!"
Mukanya memerah bak kepiting rebus. Hingga satu jam kemudian:
"Yaudah, nih. Saya balikin! Selesai urusan kita!!!" Dia marah luar biasa. Tidak masalah, yang penting uangku kembali dan aku tidak membantu merajalelanya kejahatan ideologi dan intektual.
"Urusan kita selesai, urusan bapak dengan Tuhan dan orang-orang lain yang bapak tipu belum selesai. Apalagi urusan dengan penulis hebat yang bukunya bapak dan kawan-kawan bapak bajak!!!" Selorohku sembari berlalu.
Ini adalah pengalaman yang kujadikan pelajaran. Banyak sekali buku-buku palsu atau karya apapun itu yang tersebar dipasaran. Sadar atau tidak, mungkin saya dan kalian juga sering mengonsumsinya. Saya pribadi mencoba seminimal mungkin untuk tidak melakukan "tolong-menolong" dalam kejahatan dalam bentuk apapun. Terlebih untuk sebuah atau ribuan eksemplar buku. Saya sangat mengagungkan buku sebagai perwujudan intelektualitas dan buah pikir penulisnya. Saya juga tidak rela jika suatu saat nanti karya yang saya buat dengan susah payah dan pengorbanan dibajak dan dijual murah. Berilah penghargaan meski sedikit. Mencari rejeki dengan jalan halal insyaallah memberikan keberkahan turun temurun. Semoga bermanfaat dan lebih waspada.
No comments
Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<