Kota Bandar Lampung berisiko kehilangan Ruang Terbuka Hijau dengan
pengalihan fungsi Taman Hutan Kota Way Halim menjadi perkantoran dan
ruko.
Hal ini berawal dari diterbitkannya surat hak atas tanah yang diterbitkan pada 1 Februari 2010, HGB Nomor 44/HGB/BPN.18/2010. Melalui surat ini, pemerintah memberikan hak kepada PT Hasil Karya
Kita Bersama (HKKB), untuk mengubah Taman Hutan Kota (THK) Way Halim,
dari fungsi awalnya sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi
perkantoran dan ruko.
Kebijakan pemerintah kota ini menyalahi UU Nomor 26 Tahun 2007 yang
mengharuskan setiap kota memiliki RTH sebesar minimal 30% lahan kota. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan juga menyebutkan,
RTH di sebuah kota penting untuk menjamin tersedianya ruang konservasi,
kawasan pengendalian air tanah, area pengembangan keanekaragaman hayati
serta area penciptaan iklim mikro.
RTH juga bisa berfungsi untuk mengurangi polutan, sebagai tempat rekreasi dan olahraga, area mitigasi dan evakuasi bencana. Fungsi THK Way Halim sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) tertuang dalam
Perda Nomor 4 tahun 2004 tentang peruntukan RTH dan SK Walikota No.141
tahun 2009 tentang penetapan areal tanah sebagai Taman Hijau Kota.
Dengan dialihfungsikannya Taman Hutan Kota Way Halim menjadi ruang
komersial, hal itu akan semakin mengurangi ketersediaan wilayah RTH di
Bandar Lampung yang saat ini hanya mencapai 11,08 % dari luas areal
kota.
Luas RTH yang tersedia di Kota Bandar Lampung hanya 2.185,59 hektar
dari 19.722 hektar wilayah Kota Bandar Lampung. Dari jumlah luasan RTH
tersebut, 289,70 ha merupakan RTH privat dan 1.895,89 hektar merupakan
RTH publik, termasuk Taman Hutan Kota (THK) Way Halim yang akan
dieksploitasi secara komersil.
THK Way Halim selama ini dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan olah raga, seni dan budaya,
penghijauan dan rekreasi. Tidak saja berfungsi sebagai ruang publik, THK Way Halim juga menjadi
paru-paru Kota Bandar Lampung. THK Way Halim juga berfungsi sebagai
wahana interaksi sosial yang mempersatukan sebagian besar masyarakat
Kota Bandar Lampung tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, dan
budaya.
Penyimpangan penggunaan RTH akan menurunkan kualitas lingkungan hidup di Kota Bandar Lampung.
Kota Bandar Lampung berdiri tanggal 17 Juni 1682 atau lebih dari 3
abad lalu. Dengan usia yang tidak lagi belia, Kota Bandar Lampung harus
berani berpikir dan mengambil keputusan secara dewasa. Potensi Bandar Lampung untuk menjadi kota metropolitan sangat besar,
mengingat potensi SDM dan pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi. Kebutuhan akan udara segar dan air akan senantiasa bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.
Dengan menerbitkan SK HGB dan surat perizinan alih fungsi Taman Hutan
Kota Way Halim, pemerintah telah melakukan kelalaian dan pelanggaran
terhadap aturan tentang ketersediaan lahan terbuka hijau. Dalam SK HGB
itu tertulis, pemerintah memberikan ijin pengalifungsian lahan THK Way
Halim menjadi ruko selama 20 tahun ke depan.
Meskipun saat ini fungsi THK Way Halim belum optimal sebagai “hutan
kota” karena sedikitnya tutupan lahan, paling tidak, dengan adanya THK
Way Halim, masyarakat Bandar Lampung masih memiliki ruang publik. Sebelumnya, pemerintah menyerahkan ijin pengelolaan THK Way Halim
kepada PT Way Halim Permai (WHP). Ijin ini telah habis masa berlakunya
pada 2001. PT WHP menguasai 12,6 hektar lahan THK Way Halim. Sejak 2001
hingga 2010, seharusnya Taman Hutan Kota Way Halim dikembalikan
pengelolaannya ke negara atau dalam hal ini pemerintah kota. Namun yang
terjadi justru sebaliknya, PT WHP justru menyerahkan hak pengelolaan THK
Way Halim ke pihak swasta lain.
Dalam hal peralihan hak keperdataan, terdapat bukti transaksi sebesar
Rp16,5 milyar dari PT HKKB kepada PT WHP tanpa ada campur tangan
pemerintah dalam bukti tertulis tersebut.
DPRD Kota Bandar Lampung harus melakukan langkah strategis untuk
membantu menyelesaikan masalah hutan kota ini dan menyampaikan
perkembangannya ke publik. Hingga saat ini dukungan DPRD untuk
menyelamatkan hutan kota belum terealisasi.
Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi A DPRD Kota Bandar Lampung
dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Lampung beberapa waktu
lalu, terungkap bahwa BPN Provinsi Lampung menyatakan Sertifikat
No.04/HGB/BPN.18/2010 tentang pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) atas
nama PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) dapat direvisi, bahkan
dibatalkan.
Hak Guna Bangunan yang kini dimiliki PT HKKB juga tidak sesuai dengan
Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung dan Perda Kota Bandar Lampung
No. 04 tahun 2004 tentang Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung
tahun 2005-2015.
Pengumpulan tandatangan penolakan alihfungsi THK pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2011 |
Selain
itu, berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Pasal 61, setiap orang wajib menaati rencana tata ruang dan mematuhi
ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang. Sedangkan menurut Pasal 73, setiap pejabat pemerintah yang berwenang
yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang , dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Mirisnya, satu-satunya peraturan daerah yang mengatur rencana tata
ruang yaitu Perda No. 4 Tahun 2004 telah direvisi menjadi Perda No.
10/2011 tentang RTRW. Perda No.10/2011 ini telah mencabut peruntukan RHK
Way Halim sebagai kawasan hijau dan mengalihfungsikannya menjadi
kawasan bisnis.
Saat ini, lokasi THK Way Halim telah dipagari oleh pihak PT HKKB,
sedangkan di dalamnya terdapat infrastruktur yang dibangun menggunakan
dana APBD. Walikota Bandar Lampung, Herman HN menyatakan tidak dapat mencabut
atau membatalkan izin tersebut. Menurutnya, yang terpenting adalah
kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang nantinya disalurkan
untuk meningkatkan pembangunan Kota Bandar Lampung.
Kondisi Terkini Taman Hutan Kota Bandar Lampung, dengan pagar keliling dan fasilitas umum yang porak poranda |
Jika dibiarkan berlanjut, masalah peralihan fungsi THK Way Halim dapat menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Koalisi Rakyat Peduli Taman Hutan Kota yang terdiri dari berbagai
elemen LSM, akademisi, pengusaha tanaman hortikultura, mahasiswa, dan
penggiat lingkungan sudah menyampaikan protes atas alih fungsi THK Way
Halim ini. Masyarakat Bandar Lampung masih menginginkan THK
dipertahankan sebagai RTH.
Kita pantas bersikap skeptis mengenai apa sebenarnya terjadi dibalik
upaya alihfungsi RTH tersebut. Peruntukan THK Way Halim sebagai RTH
sudah dilindungi undang-undang. THK tidak untuk dikomersialisasikan
apalagi dengan nilai pemasukan bagi PAD yang tidak seberapa ke kas
pemerintah kota.
Jika PT HKKB hanya mampu membeli hutan kota dengan menyumbang
pemerintah kota senilai Rp. 53.852.000 saja sebagai uang yang wajib
dibayarkan kepada negara melalui kantor pertanahan kota Bandar Lampung,
maka masyarakat pun bisa menebusnya dengan harga yang lebih mahal jika
seluruh warga Bandar Lampung bahu membahu mengumpulkan dana untuk
merebut kembali hutan kota ini.
Jika pemerintah menginginkan ada pemasukan ke kas Pemerintah Kota,
masyarakat Bandar Lampung bisa membeli lahan tersebut demi kelestarian
ekologis dan tersedianya RTH bagi masyarakat Bandar Lampung.
Untuk itu masyarakat dan para pemangku kepentingan Kota Bandar
Lampung harus berpartisipasi aktif dalam melakukan pengawalan terhadap
proses lahirnya kebijakan yang sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan keberlanjutan ekologis.
Yakinlah bahwa harapan masih selalu ada. Belum terlambat untuk
meneriakkan secara lantang bahwa kita harus mempertahankan THK Way Halim
untuk kepentingan bersama.
Dipublikasikan di http://www.hijauku.com/2012/05/11/merebut-kembali-rth-di-bandar-lampung/
No comments
Terimakasih telah berkunjung, silakan tinggalkan komentar, ya>.<